20/11/21

20/11/21

Kali ini aku masuk kelas virtual dengan terburu-buru, setelah tanpa sengaja ketiduran di ranjang kosan. Sebelum kamera leptop menyala, aku sempatkan memperbaiki riasan sekenanya. Hari ini mata kuliah Pengantar Kesehatan Mental Komunitas dan Disabilitas, dosen tamu kali ini Dr. Bahrul Fuad, MA (niscaya setelah ngecek LinkedIn aku terkagum-kagum dengan profil beliau). Pak Fuad terlahir dengan disabilitas dan hidup menggunakan kursi roda, dan kemarin mengisi kelasku dengan sangat mengagumkan. Kami berbicara tentang konsep dan perspektif disabilitas, diskusi yang terbangun begitu menarik. Aku sangat suka berada di ruang kelas, belajar, dan mengetahui sesuatu yang baru.

disability is “an evolving concept”, but also stresses that “disability results from the interaction between persons with impairments and attitudinal and environmental barriers that hinder their full and effective participation in society on an equal basis with others” -  The Preamble to the CRPD

Jika melihat definisi ini, seseorang dikatakan sebagai disabilitas ketika terjadi interaksi antara keterbatasan seseorang baik fisik dan/atau mental dengan hambatan lingkungan dan sikap masyarakat yang menyebabkan dia tidak bisa berpartisipasi dalam masyarakat secara setara. Persoalan disabilitas bukan pada impairment-nya, tapi justru di luar dirinya. Peningkatan partisipasi sosial orang dengan disabilitas dapat dicapai justru dengan mengatasi hambatan-hambatan yang menghalangi penyandang disabilitas dalam kehidupan mereka sehari-hari (hambatan lingkungan dan sikap masyarakat).

Pak Fuad membagi pengalamannya ketika study di Belanda, dia tidak merasa dirinya disabilitas karena ketika ia di Belanda, ia bisa berpartisipasi di masyarakat sebagaimana manusia lainnya. Beliau bisa menggunakan angkutan umum dan mengunjungi tempat-tempat yang dituju dengan mudah, karena lingkungan tidak menghambatnya untuk bergerak dan berpartisipasi. Ketika beliau kembali ke Surabaya, beliau kembali menjadi disabilitas. Cerita lain, ketika Pak Fuad merasa heran karena tidak pernah ada rapat warga di tempat beliau tinggal. Ketika ia bertanya tentang rapat rutin yang mungkin ada, ternyata para tetangga telah bersepakat untuk “memaklumi” kondisi Pak Fuad sehingga dianggap tidak perlu ikut rapat warga. Padahal Pak Fuad sendiri ingin dan bisa untuk ikut bersosialisasi dengan tetangganya. Hmm.

Sudah seharusnya kita mulai melihat disabilitas dengan kacamata yang lebih jernih. Setiap manusia unik, dan pemahaman uniqueness ini perlu ditingkatkan terutama oleh kita yang merasa non-disabilitas. atau yang kadang-kadang ngerasa sempurna tanpa kelemahan.

terakhir ada kutipan milik Pak Fuad yang sangat berkesan sekaligus nyentil ulu hati:

“everything you hear about disability is an opinion, not a fact; and everything you see on disability is only a perspective, not the truth; unless you experience it.  (Bahrul Fuad, 2017)

More Posts from Winarasidi and Others

9 months ago

260 Kilometer: PP Tangsel-Anyer yang Sepi di Mata Pesepeda Amatir

Baby, you know that dreams, they're for those who sleep Life, it's for us to keep And if I chose the one I'd like to help me through I'd like to make it with you I really think that we could make it, girl (Make it with you - Bread)

Beberapa minggu lalu, aku dan Dargo baru menyelesaikan salah satu project paling dag dig dug setidaknya untukku; bersepeda dari rumah kami di Tangerang Selatan sampai ke Anyer. Google maps menghitung jarak tempuh sekali jalan 130 km, 2 jam 26 menit naik mobil, 3 jam 13 menit kalo naik motor, dan butuh satu hari kalo sambil jalan kaki. Ga ada latihan intensif seperti sebelum TDA, hanya bersepeda rutin mingguan di akhir pekan, tapi aku membulatkan tekad untuk mencoba. Emang suami saya aja agak edan, dan bisa-bisanya saya juga ikutan edan? Kami nyiapin diri tentu saja, fisik, mental dan bekal. Aku ingin mengingat hal-hal yang aku temukan selama project ini berlangsung.

260 Kilometer: PP Tangsel-Anyer Yang Sepi Di Mata Pesepeda Amatir

Melatih cadence

Setelah rutin bersepeda 9 bulan ini, aku belajar tentang cadence. Cadence ini merujuk pada jumlah putaran pedal dalam semenit, biasanya pakai ukuran RPM (Rotasi Per Menit), sederhananya cadence bisa dipakai untuk melihat seberapa cepat atau lambat seseorang mengayuh sepeda. Sebelumnya, aku ga pernah mengayuh pakai strategi atau teori apapun, goes ya goes wae sak bisane, sak mampune. Tapi ternyata setelah direfleksikan lagi, lelah sekali ketika harus ngejar Dargo dengan power yang ga sebagus itu, dengan endurance yang ga sebagus itu juga. Maka, pilihan paling bijak adalah dengan memperhatikan jumlah putaran pedalku. Pertama kali aku pakai sensor untuk mengukur cadence ini di perjalanan ke PP Tangsel-Anyer ini. Long story short, Dargo pernah bilang untuk coba pertahankan di 80 RPM. Bodohnya, ku telan saja titah itu dengan berusaha goes di 80 RPM ketika perjalanan pergi ke Anyer. Hasilnya? Pelvic aing ambyar! Kayanya kalau tulang ilium, ischium dan pubisku bisa ngomong, mereka akan berontak dengan sangat. Karena aku merasa terlalu berat, aku turunkan pelan-pelan sesuai kemampuan saat itu. Alhasil, rata-rata cadence PP Tangsel-Anyer di angka 67 RPM dengan max cadence 111 RPM. Minggu berikutnya, avg cadencenya naik ke 72 RPM denga Max 106 RPM. Yha, ga membabi buta, tapi ga terlalu siput juga. Mari kita latihan terus demi mencapai efektif. 

Sekedar informasi: umumnya pembalap profesional memiliki rata-rata cadence sekitar 85-100 RPM selama balapan. Katakan saja beberapa bintang Tour de France beberapa tahun terakhir ini, katanya Tadej Pogacar yang terkenal kuat mempertahankan cadence tinggi bahkan di tanjakan curam, rata-ratanya 90-100 RPM. Ga jauh beda sama rivalnya Jonas Vingegaard, atau pembalap serba bisa, Wout van Aert (mari berdoa dia cepet pulih setelah kecelakaan di race baru-baru ini) bisa di 85-95 RPM. Rata-rata ini dipertahankan selama balapan yang berjam-jam itu. Ah mari kita sudahi khotbah cadence ini. Semoga ada mustami dan jamaah online yang mengamini. (source: https://www.procyclingstats.com) 

Membaca sosial

Kami mengambil rute yang berbeda ketika pergi dan pulang, kami pergi melalui jalur tengah, sehingga jalanan cenderung lebih kecil, aspalnya ga mulus-mulus amat, jika beruntung kami akan  disuguhi kebun dan sawah di kiri kanan jalan. Kenapa beruntung? Karena keberuntungan ga selamanya tjoy! Sepanjang jalan aku melintasi banyak nama daerah. Biasanya aku akan melirik ke spanduk-spanduk warung madura yang menuliskan alamat singkat; Balaraja, Kragilan, Ciruas, Serang, Cilegon, Anyer. Aku melintasi tiap daerahnya seperti tengah melihat adegan film silih berganti dengan cepat. Aku melihat begitu banyak manusia dan adegan-adegan sosial yang menyertainya: para petani keluar rumah dengan sepeda besinya sambil membawa gulungan di pundak. Ibu-ibu berdaster membakar sampah di pinggir jalan raya (sumpah adegan ini terus berulang, dengan aktor dan setting lokasi yang berbeda), pasar dengan orang-orang meringsek berdesakan hingga bersepeda disekitarnya jadi jauh dari kata menyenangkan. Anak-anak kecil yang menganga tiap kali sepeda kami lewat, dengan mata nyaris melompat dari kelopaknya karena mengira sepeda kami kelewat keren. Di balik tikungan lain, aku memasuki kawasan industri yang panas, berasap, dan mendidih di ubun-ubun. Supir-supir truk yang kelewat kesal dengan menekan klakson panjang-panjang di tanjakan yang berdebu. Kesibukan semua orang di tengah ekonomi yang begini. Juga kami yang begini di atas sepeda, jauh dari rumah. Sejujurnya perjalanan pulang lebih membosankan dan monoton, karena kami memilih jalur Pantura - yang ya bisa ditebak dan dibayangkan

Merefleksikan pernikahan dan relasi personal

Secara durasi, kami menempuh hampir 12 jam di atas sepeda (11 jam 55 menit) untuk PP Tangsel-Anyer. Bagiku, 12 jam bersepeda tanpa mendengarkan musik, kuping polosan hanya mendengar irama alam (aelah). Tentu saja punya banyak waktu untuk bengong bego ga mikirin apa-apa, atau justru jadi 12 jam paling hening, dan hanya ada aku dan diriku. Terkadang, ketika aku copot agak jauh dari Dargo, biasanya ketika tanjakan. Aku selalu merasa bersepeda adalah salah satu aktivitas paling sepi, dan ada semacam kesepian yang menyergap. Tentu saja selain penderitaan fisik, didera kesepian juga bagian dari penderitaan mental. Tapi, kalo kata Nietzsche “to live is to suffer, to survive is to find some meaning in the suffering. Lebih puitis dari itu, Khalil Gibran nulis “out of suffering have emerged the strongest souls; the most massive characters are seared with scars”. Apakah dengan menyiksa diri pas sepedahan, aku benar-benar menjadi lebih kuat? Ah aku ga pernah berusaha menjawab, karena aku selalu merasa masih lemah. Ah intinya, rasa sunyi dalam penderitaan ini membuatku memikirkan banyak hal, salah satunya; pernikahan. 

260 Kilometer: PP Tangsel-Anyer Yang Sepi Di Mata Pesepeda Amatir
260 Kilometer: PP Tangsel-Anyer Yang Sepi Di Mata Pesepeda Amatir

Setidaknya sejauh ini, dari pernikahanku yang baru seumur jagung (setidaknya 4 kali nanem dan panen jagung); aku melihat perjalanan bersepedaku laiknya pernikahan. Kami bersiap sebelum berangkat, menentukan berbagai macam alternatif rute, menyiapkan bekal, melatih diri dan mental, bahkan butuh setidaknya ilmu tentang bersepeda. Ketika datang hari kami bersepeda berdua, ada banyak tanjakkan dan turunan, yang tajam pun yang biasa saja. Ada banyak waktu yang berat, tapi ada juga istirahat. Salah satu yang aku pikirkan kala “kesepian” dalam kayuhan yang berat. Menikah – sebagiamana bersepeda bersama – butuh dua orang yang sudah siap dengan sepedanya masing-masing. Sebelum aku sepakat ikut bersepeda jarak jauh, aku sudah seharusnya memahami sepedaku, caraku bersepeda, tau kekuatan dan batasanku. Karena jika tidak, aku hanya akan tertinggal, kelelahan, bahkan ga akan bisa menyamai – mengikuti – mendampingi partner bersepedaku. Setelah selesai dengan sepeda masing-masing, bisakah aku bekerja sama membuat perjalanan ini lebih mudah dan menyenangkan? Bisakah aku memahami kelelahan satu sama lain? Bisakah aku mengatur kecepatan agar long ride ini tidak begitu babak belur menimbulkan cidera disana sini? Setelah sampai di tujuan, kemana lagi kita pergi? Perlu berisitirahat, membersihkan diri, mencuci sepeda sambil meredakan nyeri otot. Aku rasa, pernikahan, memiliki semua itu, laiknya - bersepeda - berdua - jarak jauh. Entahlah, mungkin nanti bersepeda akan menemukan makna dan rasa baru. Kami hanya bahagia ketika bersepeda. 

5 September 2024 Setu, Tangerang Selatan Pesepeda amatir yang sedang bertahan dari tekanan kenaikan pajak, iuran, harga kebutuhan pokok, hingga wacana penyesuaian tarif KRL berbasis NIK.


Tags
2 years ago

#28 : Tentang Menjadi Teman Baik

Naya adalah orang yang hobinya berbuat baik sama orang lain. Celetukan banyol yang sebenarnya serius selalu aku lontarkan ketika ketemu Naya adalah perkara “aing ngiri siah sama mane, mane temennya banyak”. Meskipun aku ga pernah benar-benar mengukur secara kuantitas. Tapi sebagaimana Naya dikenal oleh banyak orang, dia memang hobi ngumpulin temen. Tiap tikungan, tongkrongan, ada temennya Naya. Becanda, tapi emang ini berlebihan.

#28 : Tentang Menjadi Teman Baik
#28 : Tentang Menjadi Teman Baik

Naya temen aku yang hobinya makan

Selama kurang lebih 16 tahun kami berteman, naik turun kehidupan kami masing-masing udah khatam satu sama lain. Salah satu yang aku syukuri adalah, dalam pertemanan kami, kami ga pernah marahan, ngambekan, bertengkar, itu ga pernah ada di kamus kami. Mungkin kami berdua sudah sepakat tanpa hitam di atas putih, bahwa senyelekit apapun kritik, bisa dilontarkan masing-masing kami. Misalnya, ketika aku sungguh sangat bodoh dalam hal mengingat sesuatu, melakukan hal-hal simpel, Naya bisa dengan enteng bilang bahwa aku goblok. Tentu saja ga ada persaan marah. Karena emang iya hahahaha

Sebelum aku bisa bawa kendaraan sendiri, Naya adalah supir pribadiku. Di Bandung, Di Jakarta. Tentu saja tidak cuma-cuma, karena aku udah pasti jadi sugar mommy nya Naya. Ada satu waktu kerjaanku hanya bayarin bill nya si Naya, tapi ada satu waktu Naya sugih banget dan jadi sugar mommy nya Wina. Begitulah kami, temenan sejak dari urusan finansial hahahaha bengek.

Naya, segimanapun mulutnya perlu sekolah lagi, sekolah tata krama versi norma sosial, versiku tentu saja ga perlu. Aku bisa bersaksi, bahwa jauh di dalam sana, dia punya hati yang sangat hangat. Sangat hangat. Dia peduli banget sama orang lain. Dia bisa punya begitu banyak teman dengan kualitas pertemanan yang terjaga. Aku gatau kenapa bisa? Coba tanya Naya soal tips and tricks #menjaditemansemuaorang

Pernah pada suatu periode, aku mengalami kemunduran yang sangat dalam hidup. Aku sakit secara fisik dan mental. Aku kehilangan 7 kilo berat badan dalam satu waktu. Banyak, banyak teman-teman di sekelilingku turut membantu pemulihanku. Naya salah satunya yang berjasa besar membantuku pulih dari kondisi yang berat saat itu. Aku mengisolasi diri. Iya gengs, aku yang cerah ceria penuh energi ini pernah menghadapi fase seterpuruk itu. Depresi. Naya, dengan kehangatan hatinya, nyamperin aku ke Pamulang. Lebih dari seminggu nemenin di Pamulang, padahal dia tinggal dan bekerja di Bandung. Rela nemenin aku di sini. Dengerin aku yang tiap sebelum tidur isinya cuman nangis dan sambat. Sampe dia berhasil bawa aku keluar dari kosan, ngajak makan, jajan, dan akhirnya aku pulih. Naya, nuhun banget soal ini, urang mungkin ga pernah bilang, tapi kalo ga ada maneh saat itu, Wina hari ini teuing apa bentukannya. Remeh rangginang cigana. Karena Allah, kirim Naya untuk aku pulih, aku sangat sangat bersyukur untuk itu.

#28 : Tentang Menjadi Teman Baik
#28 : Tentang Menjadi Teman Baik

Cape banget, mirror neuron tiap kali pake baju, tydac perlu janjian niscaya HAH HOH HAH HOH NAHA BAJU KOK SAMA

Nay, aku tau apa yang jadi kekhawatiran kamu hari ini. Aku sangat mengerti. Tapi ini bukan ajakan untuk melupakan kekhawatiran itu. Aku juga ga akan bilang kalo ini mudah, atau ini bukan sesuatu yang harus dipikirin, atau bilang jangan lebay. Engga. Aku ga akan bilang hal-hal semacam itu. Karena aku tau, perasaan-perasaan, rasa takut, kekhawatiran yang tengah kamu hadapi adalah valid. Kamu sangat berhak merasakan kesedihan itu. Gapapa, sedih aja sebanyak yang maneh mau. Marah aja semau yang maneh bisa. Aku seperti biasa ada di sekitar, yang bisa kapan aja bilang “hayuk” tanpa mikir dua kali.

#28 : Tentang Menjadi Teman Baik
#28 : Tentang Menjadi Teman Baik

Semoga kita segera tobat dari FOMO terhadap kehidupan duniawi, dan selalu berusaha untuk urusaan ukhrowi ~~~

Selamat ulang tahun Naya, setiap harinya kita ga akan pernah menjadi orang yang sama. Kita berdua akan selalu berubah, dengan peran baru, dengan tugas dan tujuan baru. Tapi kita berdua sadar itu, bahwa teman kita akan selalu bertumbuh, diri kita juga akan selalu bertumbuh. Yang perlu selalu kita ingat, dan ini aku dapatkan selama aku temenan sama kamu adalah: selalu jadi orang baik, selalu jadi teman baik.

#28 : Tentang Menjadi Teman Baik

Kita hadapi sama-sama periode akhir 20an ini yak Nay, tabungan kita masih banyak nih buat dipake makan enak dan tidur nyenyak. Doa buat Naya akan aku panjatkan dalam privat. Makasih Naya udah mau (terus) jadi temen baikku. Makasih Naya udah ngajarin salah satu value hidup yang akan aku pake terus dalam hidup, dalam berbagai peran yang aku punya; jadi baik.

Pamulang, 27 Juni 2023

Aku sertakan, Hindia, untuk Naya


Tags
3 years ago

#winareadsbook: I Want to Die but I Want to Eat Tteokpokki

2021 hits me hard. 

image

Pada akhirnya aku membutuhkan pertolongan. Dimulai dari kembali membaca lebih banyak buku, dan pilihan pertama jatuh pada buku Baek Se Hee. Buku dengan cover yang soft, dimana seorang perempuan berbaring di atas latar berwarna hijau dengan sekuntum bunga berwarna kuning di dalam vas. Serta warna lilac yang lumayan menggambarkan ekspresi si perempuan yang tengah berbaring dengan layu. 

“Salah satu cara untuk membuat diriku merasa bebas adalah dengan menunjukkan sisi gelapku. Aku ingin orang-orang yang berharga bagiku mengetahui kalau sisi gelap itu juga merupakan bagian dari diriku”

Sebuah catatan pengobatan Baek Se Hee yang tengah berjuang menghadapi distimia (depresi ringan yang terus-menerus) melalui konsultasi dan pengobatan dengan psikiaternya. Isu utama dalam buku ini memang kondisi psikologi Baek Se Hee, namun artikel yang disajikan dalam bentuk percakapan berubah menjadi pertanyaan-pertanyaan, penilaian, masukan yang jadi relevan karena menyentuh permasalahan manusia; kesedihan, kesepian, perasaan kosong, serta hal-hal lain yang meskipun dalam kasus Baek Se Hee, aku merasakan beberapa hal yang dia rasakan. 

Percakapan yang mungkin intim antara dia dan psikiaternya membuat tulisan ini terasa jujur. Meskipun aku agak terganggu pada versi terjemahan buku ini. Kalian akan menemukan beberapa highlight yang mewakili benang merah setiap babnya, dan sering kali itu lah yang menohok ulu hatiku sebagai pembaca. 

“Sisi lain” dari seseorang manusia, adalah juga bagian dari dirinya. Menerima dan mencintai sisi itu juga perlu. 

3 years ago

Bu Lastri: tanda cinta di Pamulang

Ibu Lastri adalah asisten rumah tangga di kosan yang aku tempati di Pamulang. Kurang lebih dua bulan aku masuk sebagai anak kost di rumah ini. Gatau kenapa, aku selalu merasa lebih nyaman ketika ngekos serumah dengan induk semangku, bisa di bilang lantai bawah untuk kami anak kost, dan lantai atas untuk tuan rumah. Ibu kost tinggal sendiri karena suami dan anak-anaknya tinggal di Inggris, dan terpaksa karena covid-19 terjebak bersama kami anak-anak kost plus Bu Lastri yang sudah bekerja hampir 13 tahun bersama. Tapi cerita ini bukan tentang induk semangku, tapi tentang Bu Las. 

image

Di antara tiga orang anak kost, akulah yang paling sering ada di rumah. Selain karena pekerjaanku yang paruh waktu, aku juga kembali berstatus mahasiswa yang kerjaannya kuliah daring di kosan. Mas Salman kerja pagi pulang malem, begitu juga Elya kerja pagi pulang malam. Bisa dibilang dua bulan ini Bu Las adalah 24/7 ku di Pamulang. 

Dua bulan adalah waktu yang cukup untuk mendengarkan kisah hidup seorang Lastri, dari versi muda hingga saat ini berusia lebih dari 60 tahun. Aku selalu bersemangat mendengar kisah hidupnya yang telah bekerja di banyak kota, membantu banyak rumah tangga, memasak banyak masakan sesuai selera majikan. Karena itu, masakan Bu Las wuenakk banget! Masak apapun bisa! rasanya ga ada dua! 

Suatu hari aku sakit, ga bisa keluar kosan, Bu Las dengan insting dan pengalaman seorang wanita di usia senja, bisa tau apa yang aku rasakan. Beliau sibuk membuat bubur, membuat ramuan, bahkan nyari koin buat kerokan. Serius! Aku dirawat dengan baik selama sakit. Setiap kali lelah dan penat dengan segala rutinitas dan kesibukan, aku akan mengetuk kamar Bu Las, izin minta baring atau tidur di kamar Bu Las. Kamar yang kecil, penuh dengan barang-barang yang entah kenapa tidak di buang saja, yang harumnya mengingatkanku pada harum mamah abeh, nenekku. Aku akan meringkuk di kasur itu, bisa langsung terpejam dengan cepat, dengan Bu Las di sampingku menonton sinetron di TV. Setiap aku pulang ke Pamulang, aku selalu ingin memanggil Bu Las lebih dulu. Tanda cintaku di Pamulang, ternyata Bu Lastri. Mungkin aku tidak lama di Pamulang. Waktu singkat ini tidak menumbuhkan seribu teman, tapi satu Bu Lastri cukup ngasih seribu cerita. 

2 years ago

I'm lucky to be me and you can see it in my face

3 years ago
Nay! Makasih Udah Jadi Naya Yang Aku Kenal, Jadi Teman Seneng Dan Susah. Bener-bener Definisi Temen Yang

Nay! Makasih udah jadi Naya yang aku kenal, jadi teman seneng dan susah. Bener-bener definisi temen yang ada pas seneng, dan nemenin pas susah. Sebulan ke belakang aku kehilangan semangat, kebahagiaan, keceriaan. Mereka ilang gitu aja Nay, tiba-tiba aja bisa sedih banget dan nangis di ranjang sampe sesek. Dua minggu tanpa ngerasa lapar, ajaib. Dua minggu susah tidur dan bangun cuman karena muntah-muntah. Iya, itu aku ketika dunia tiba-tiba ga seimbang. Lebay. Tapi emang begitulah adanya. Aku kehilangan banyak hal, termasuk berat badan yang sangat aku inginkan. Lalu Naya hadir, nemenin, meskipun bukan dengan pelukan tapi dengan sumpah serapah dan caci maki hahaha Keliatan jelas kamu pengen bilang kenapa aku nyiksa diri, kenapa aku bodoh banget, tapi kamu ga bilang apa-apa. Nyerahin sepenuhnya sama aku, soal apa yang aku pikirin, soal apa yang aku rasain. Kamu ga nyaranin apapun, kamu cuman nyamperin dan tinggal di samping aku sampe aku ngerasa lebih baik. Pas Naya balik ke Bandung, rasanya berat banget tau!  Terus tiba-tiba banyak paket dateng ke kosan. Kamu ngirim hal-hal yang aku butuhin, dan tau banget kalo aku ga akan peduli sama hal-hal itu. Bisa jadi karena aku terlalu cuek, atau terlalu bokek. Kamu liat aku selalu kuliah daring atau terapi virtual dengan megang hape berjam-jam. Aku tau aku butuh folding bracket, tapi aku selalu lupa buat beli. Maklum sibuk. Aku sering kelaperan tapi mager beli bahkan mager nyemil. Aku baru nyoba pake softlense, dan pasti ga peduli sama penampilan. Lalu kamu kirim semua yang aku butuhin itu. Meskipun kamu ga ngirim kaos Barasuara yang aku pengen. Kureng Nay! Perhatian kecil yang murah tapi berharga banget. Postingan ini kalo dibaca lagi di kemudian hari, kita bakal ngakak dan ngenang ini sebagai masa-masa muda yang menyakitkan sekaligus menyenangkan. Aku mungkin kehilangan banyak hal, tapi satu yang jelas, aku mensyukuri satu hal. Aku punya Naya yang akan selalu jadi temen aku. Yang mulutnya lemes banget tapi hatinya hangat.  Pamulang, 30/11/21

3 years ago

B: Aku jauh-jauh ke sini mau bilang sesuatu.

A: Apa?

B: Aku pulang.

3 years ago

Makoto Shinkai; rasanya tau aku butuh apa

00.06 WIB 

image

pict source: https://theoddapple.com

Berakhir di depan leptop, padahal 15 menit yang lalu aku sudah mematikan lampu dan mencoba tidur. Hingga notifikasi email masuk dari salah satu Profesor di UI yang memintaku mengirimkan manuskrip jurnal penelitian yang sedang aku tulis. Sepertinya mendesak, maka aku putuskan membalas email dan mengirim manuskrip yang beliau minta. Setelah memastikan email terkirim dengan selamat, aku tergiur untuk menunda tidur beberapa menit lagi. Aku ingin menulis tentang Makoto Shinkai. Aku agak picky sama film dan anime Jepang, saking pilih-pilihnya, aku rela memutar ulang berkali-kali Only Yesterday produksi Studio Ghibli. Iya, aku anak visual yang dimanjakan semua animasi produksi Ghibli. Tapi, kali ini aku berani melakukan eksplorasi dalam khazanah per-anime-an seorang Wina. Aku menjajaki karya-karya Makoto Shinkai mulai dari  5 Centimeters per Second,  Your Name,  Weathering with You, dan tentu saja She and Her Cat yang merupakan film pendek durasi 5 menit yang memberi kesan paling dalam buatku. Masih ada beberapa karyanya yang masuk ke daftar tungguku, mengatur waktu antara kuliah, kerja paruh waktu, dan full time overthinker tentu saja sulit. 

Awalnya aku merasa pesimis dengan genre romantis yang muncul di film-film Makoto Shinkai, aku lebih tertarik pada cerita misteri dan fantasi. Bagaimana bisa dua tokoh karena perkara tidak berani menyampaikan perasaannya masing-masing bisa begitu menderita sepanjang cerita. Aku akan permisi ke toilet saja dibanding menyelesaikan tontonan. Tapi ternyata ada hal lain yang membuatku bertahan dan menyelesaikan setiap filmnya tanpa skip. Ternyata aku mengagumi visualnya. Menyelesaikan setiap film mengingatkanku pada menggambar dan melukis. Kegemaran yang sudah lama sekali aku tinggalkan. Seingatku, terakhir kali melakukannya ketika aku melukis sesuatu untuk mantan kekasihku dulu. Selebihnya, aku tidak pernah melakukannya lagi. Kehebatan visualnya membuatku rindu untuk melakukan kembali hal-hal yang biasa aku lakukan, yang membuatku senang dan merasa hangat. Rencana tindak lanjut dari sini adalah membeli beberapa hal yang aku butuhkan, kanvas, cat, micron drawing pen, krayon, pensil. Iya, Makoto Shinkai tau apa yang sedang aku butuhkan saat ini. Semesta yang ku lukis sendiri.  (Pamulang, hari yang berat setelah ujian akhir biostatistik 3 sks)

2 years ago

Menyalakan Kembang Api

image

pict: pinterest

Tahun 2022 baru saja berlalu dalam tanggalan ke belakang. Sudah seminggu berlalu dan kalender di dinding menunjukkan angka baru; 2023. 2022 merupakan tahun yang berat dan jungkir balik. Secara fisik dan mental. Aku melewati paruh pertama dengan menjadi pasien seorang psikolog. Semenjak paruh akhir 2021. Tengah tahun 2022, aku tetap konsultasi ke psikolog. Ini hanya sebuah usaha untuk tetap menjadi waras dan untuk menyelamatkan fisikku yang kian hari kian turun berat badan. Selama itu, aku menutup diri dari banyak hal, tapi juga membuka diri pada banyak hal. Ada lubang menganga besar di dadaku yang pun betapa mengangga ia, yang hadir hanyalah kekosongan. 

Pelan-pelan, di paruh akhir tahun 2022, aku mulai kembali merasa hidup. Aku menemukan diriku lagi. Aku menghidupi lagi values yang selama ini aku miliki. Bukan hanya karena usahaku sendiri untuk sembuh, tapi berkat keluarga, teman dan sahabat terdekat yang terus menemani fase berat dalam hidupku. Mereka, secara bergantian membersamai. Ga perlu aku sebut, karena kalian sudah tentu tau dan merasa. Terima kasih banyak. 

Dan, yang padam dalam rongga dada, kini menemukan kembali nyalanya. Aku mulai menyalakan kembang api. Dengan percik sedikit. Dengan hangat yang cukup. Hingga jadi kobar yang membara. Tapi. Cantiknya bak kembang api tahun baru yang aku saksikan di sepanjang tol layang menuju Jakarta. Euforianya akan hilang. Apinya akan padam. Tapi aku tau, bahwa aku sudah dalam pelukan kehangatan yang paling tepat. 

Selamat menempuh 2023 Wina, dengan cinta dan kasih sayang terbaik yang bisa kamu berikan pada semesta.

1 year ago

Merawat Ingatan

Terhitung sejak 28 Januari 2024, kami sekeluarga menjalani hari-hari yang berat. Ibu, Ibu mertua jatuh sakit dengan kondisi yang cukup serius sampai harus dirawat di Intensive Care Unit (ICU) dan High Care Unit (HCU). Saat ini kondisinya alhamdulillah membaik, menjalani perawatan di rumah bersama anak-anaknya. Semoga kondisi ibu terus membaik dan pulih.

Selama menjalani perawatan, aku melihat betapa kami, keluarga, menepis rasa lelah. Masgo dan adik-adik bergantian menjaga dan menemani ibu siang dan malam. Bagiku pribadi, yang membuat lelah adalah melihat Ibu terbaring sakit dan sendirian di ruangan HCU pun ICU. Memikirkan bagaimana disamping kesakitan yang dialami, Ibu mungkin saja merasa kesepian. Hanya bisa bertemu anaknya yang secara bergantian di jam makan atau besuk saja. Tentu saja, momen ini membawa kembali ingatanku ketika merawat Bapak di ruang isolasi Covid tahun 2021. Beratnya. Sesaknya. Aku rasakan kembali ketika menemani Ibu mertua saat ini. Belum selesai dengan perasaan ini, aku jatuh sakit karena Covid tepat di tengah kami semua sedang menjaga ibu yang masih tergolek di ICU. Isoman ga bisa dihindari. Aku merasa amat sedih karena tidak bisa ikut membantu adik-adik menemani ibu di rumah sakit. Tapi yang lebih sedih, menerima kenyataan bahwa aku ikut merampas waktu suamiku untuk menemani ibunya, karena harus turut isoman denganku saat itu.

Merawat Ingatan
Merawat Ingatan

Di tengah isoman, kami berdua mencoba untuk tetap bisa menemani keluarga meski jarak jauh. Hal-hal kecil yang bisa kami lakukan salah satunya dengan memasak. Memasak jadi salah satu hiburan untukku, mungkin juga suamiku. Untuk mengurangi rasa sesal kami yang mendalam. Kami bisa mengirim makanan ke rumah, supaya adik-adik bisa ikut makan. Karena kerja perawatan, kadang membuat orang lupa untuk makan dan tidur tepat waktu. Meski ketika mengantar masakan, aku hanya bisa saling lambai di depan pagar rumah dengan anggota keluarga yang lain.

Merawat Ingatan

Ada satu momen ketika aku dan Masgo  bertukar pesan via whatsapp. Aku tengah bekerja dan absen untuk menemani ibu di RS. Betapa patah hati menerima pesan dengan nada sedih dari suamiku. Jarang sekali kami membagikan rasa sedih via pesan singkat. Dia patah hati, dan aku juga patah hati.

Untuk Masgo dan adik-adik yang paling aku sayangi; Terima kasih karena selalu ada untuk Ibu. Karena tetap bertahan dan mengambil keputusan-keputusan berani (yang terkadang sulit) dalam mendampingi ibu di kala sakitnya. Lorong-lorong rumah sakit, bunyi mesin dan kabel medis jadi saksi bakti dan cinta kalian untuk Ibu. Insya Allah kita akan sama-sama melewati ini. Segalanya hanya dengan izin Allah SWT.

Allāhumma rabban nāsi, adzhibil ba’sa. Isyfi. Antas syāfi. Lā syāfiya illā anta syifā’an lā yughādiru saqaman.

Ciledug, 16 Februari 2024

43 posts

Explore Tumblr Blog
Search Through Tumblr Tags