#winareadsbook: I Want To Die But I Want To Eat Tteokpokki

#winareadsbook: I Want to Die but I Want to Eat Tteokpokki

2021 hits me hard. 

image

Pada akhirnya aku membutuhkan pertolongan. Dimulai dari kembali membaca lebih banyak buku, dan pilihan pertama jatuh pada buku Baek Se Hee. Buku dengan cover yang soft, dimana seorang perempuan berbaring di atas latar berwarna hijau dengan sekuntum bunga berwarna kuning di dalam vas. Serta warna lilac yang lumayan menggambarkan ekspresi si perempuan yang tengah berbaring dengan layu. 

“Salah satu cara untuk membuat diriku merasa bebas adalah dengan menunjukkan sisi gelapku. Aku ingin orang-orang yang berharga bagiku mengetahui kalau sisi gelap itu juga merupakan bagian dari diriku”

Sebuah catatan pengobatan Baek Se Hee yang tengah berjuang menghadapi distimia (depresi ringan yang terus-menerus) melalui konsultasi dan pengobatan dengan psikiaternya. Isu utama dalam buku ini memang kondisi psikologi Baek Se Hee, namun artikel yang disajikan dalam bentuk percakapan berubah menjadi pertanyaan-pertanyaan, penilaian, masukan yang jadi relevan karena menyentuh permasalahan manusia; kesedihan, kesepian, perasaan kosong, serta hal-hal lain yang meskipun dalam kasus Baek Se Hee, aku merasakan beberapa hal yang dia rasakan. 

Percakapan yang mungkin intim antara dia dan psikiaternya membuat tulisan ini terasa jujur. Meskipun aku agak terganggu pada versi terjemahan buku ini. Kalian akan menemukan beberapa highlight yang mewakili benang merah setiap babnya, dan sering kali itu lah yang menohok ulu hatiku sebagai pembaca. 

“Sisi lain” dari seseorang manusia, adalah juga bagian dari dirinya. Menerima dan mencintai sisi itu juga perlu. 

More Posts from Winarasidi and Others

1 year ago

Tentang Menikah

Boleh jadi, menikah adalah keputusan terbesar yang pernah aku ambil, mengingat konsekuensinya mempengaruhi hampir sebagian besar hidupku. Keputusan-keputusan lain seperti memilih tempat kerja, menjadi relawan, mengambil job sampingan, pergi merantau, mereka juga keputusan besar, tapi tidak sebesar menikah.

jujur panas dan serab banget buat ambil foto outdoor :(

Tidak ada pernikahan impian yang aku miliki. Berniat menikah dengan pesta kecil dihadiri keluarga dan sahabat saja tidak bisa dilakukan. Tentu saja karena beberapa pertimbangan, pestanya harus menjadi lebih besar dari keinginanku. Tetap bersyukur; setidaknya aku, suami, keluarga kami bahagia dengan pesta itu. Karena tidak ada wedding dream laiknya muda mudi umum. Proses pernikahan kami termasuk cepat, dan bisa masuk ke kategori sat-set, a.k.a kami berdua mageran untuk ngeribetin diri, fafifu wasweswos, hampir banyak dari vendor yang dipilih tidak lebih dari hitungan menit. Dahlah, manusia punya standar masing-masing, dan standar kami adalah yha begini wkwkwk

Dalam minggu yang sama menjelang pernikahan, aku menghadapi dua momen besar; sidang tesis di hari Senin, menikah di hari Sabtu. Senin malamnya Masgo masuk rumah sakit dan harus di rawat tiga malam ke depannya. Anehnya, aku masih dalam kondisi oke, engga panik, dan santai aja. Maksudku, aku dalam posisi sadar bahwa aku butuh diriku aware bahwa satu-satu harus dilewati. Jika Senin aku harus sadar diri ada tesis yang harus dirampungkan, maka malam-malam berikutnya aku sadar diri ada Masgo yang perlu ditemani untuk segera sembuh. Tiba di haru Sabtu, ya aku sadar diri bahwa hari itu adalah hari pernikahanku. Sudah itu saja. Lelah rasanya jika terus menerus mengkhawatirkan sesuatu yang belum terjadi. Oh mungkin ini skill baru yang aku pelajari karena terpaksa harus hidup mendewasa.

bukan flexing akademis :(
nemenin Masgo mam makanan pasien :(

Setelah pernikahan selesai, aku sangat-sangat beruntung dan bersyukur. Melihat keluarga, teman-teman, kolega, bahkan guru-guru yang sangat aku hormati menyempatkan hadir. Aku merasa sangat diberkati dengan doa dan kedatangan mereka. Pun mereka yang tidak sempat datang, doa baik dan tulus yang berdatangan ga ada habisnya aku syukuri. Belum lagi kado-kado pernikahan. Ah terberkatilah orang-orang baik di sekelilingku.

Tentang Menikah

Baikah, anggap saja aku baru membuka salah satu pintu gerbang, menuju perjalanan tanpa batas yang pasti ada batasnya; kematian. Aku memutuskan untuk menikahi dan dinikah Masgo, yang mana penikahan ini hanya akan berakhir ketika salah satu diantara kami mati. Pernikahannya berakhir, perjalannya abadi. Mari berbagi lagi diberbagai kesempatan baik dan buruk, pahit dan manis, kehidupanku ke depan.

3 years ago
Nay! Makasih Udah Jadi Naya Yang Aku Kenal, Jadi Teman Seneng Dan Susah. Bener-bener Definisi Temen Yang

Nay! Makasih udah jadi Naya yang aku kenal, jadi teman seneng dan susah. Bener-bener definisi temen yang ada pas seneng, dan nemenin pas susah. Sebulan ke belakang aku kehilangan semangat, kebahagiaan, keceriaan. Mereka ilang gitu aja Nay, tiba-tiba aja bisa sedih banget dan nangis di ranjang sampe sesek. Dua minggu tanpa ngerasa lapar, ajaib. Dua minggu susah tidur dan bangun cuman karena muntah-muntah. Iya, itu aku ketika dunia tiba-tiba ga seimbang. Lebay. Tapi emang begitulah adanya. Aku kehilangan banyak hal, termasuk berat badan yang sangat aku inginkan. Lalu Naya hadir, nemenin, meskipun bukan dengan pelukan tapi dengan sumpah serapah dan caci maki hahaha Keliatan jelas kamu pengen bilang kenapa aku nyiksa diri, kenapa aku bodoh banget, tapi kamu ga bilang apa-apa. Nyerahin sepenuhnya sama aku, soal apa yang aku pikirin, soal apa yang aku rasain. Kamu ga nyaranin apapun, kamu cuman nyamperin dan tinggal di samping aku sampe aku ngerasa lebih baik. Pas Naya balik ke Bandung, rasanya berat banget tau!  Terus tiba-tiba banyak paket dateng ke kosan. Kamu ngirim hal-hal yang aku butuhin, dan tau banget kalo aku ga akan peduli sama hal-hal itu. Bisa jadi karena aku terlalu cuek, atau terlalu bokek. Kamu liat aku selalu kuliah daring atau terapi virtual dengan megang hape berjam-jam. Aku tau aku butuh folding bracket, tapi aku selalu lupa buat beli. Maklum sibuk. Aku sering kelaperan tapi mager beli bahkan mager nyemil. Aku baru nyoba pake softlense, dan pasti ga peduli sama penampilan. Lalu kamu kirim semua yang aku butuhin itu. Meskipun kamu ga ngirim kaos Barasuara yang aku pengen. Kureng Nay! Perhatian kecil yang murah tapi berharga banget. Postingan ini kalo dibaca lagi di kemudian hari, kita bakal ngakak dan ngenang ini sebagai masa-masa muda yang menyakitkan sekaligus menyenangkan. Aku mungkin kehilangan banyak hal, tapi satu yang jelas, aku mensyukuri satu hal. Aku punya Naya yang akan selalu jadi temen aku. Yang mulutnya lemes banget tapi hatinya hangat.  Pamulang, 30/11/21

3 years ago

Wina yang lagi ulang tahun ke 23, punya temen yang sama di umur 27, yang selalu jadi pendukung bahkan ketika aku melontarkan banyak pernyataan aneh seperti "Cun, abis ini urang mau ambil S3 di Jepang", atau "Cun, urang mau menghilang aja dari dunia" dan pernyataan random lainnya. Ratu tetap jadi orang yang sama, seperti 14 tahun lalu aku kenalan di mushola Darul Arqam. Makasih Cun!

To My Dear Friend, Windut.

To my dear friend, Windut.

i wrote this amidts the hectic rodi works of cooking the dishes for tomorrow’s Eid, but today is your birhtday, there must always be some spare time to celebrate it. HAPPY BIRTHDAY is a globally mainstream words to say, therefore i will not say it. instead, here is some things i wanted to confess to you..

i apologize, for not being ‘the friend’ that is always be there when you need one. i guess i am just not the type to be one. i know you are having a rough time adjusting to the life after college, having to go to work and going to shcool at the same time, must be hard indeed, but never did i cheer you on when you really need it. i am nowhere to be found. sometimes, i do regret the time that passed by without us checking on one another, in regard to this, i’ll do better.

you know, as the time passes, i am less likely to write encouraging stuff like i always did back then. remember the one i wrote about the love, the dreams, and every life stories we share? i no longer do that. as we grow older, writing stuff doesnt seem to be necessary anymore, we remember things by heart, let each and every moment that passes become only a visual memory, which later, those memories started to be erased from time to time. life is becoming more realictic than we thought back then.

i am not the type of friend who will sending you messages, asking about how are you doing and how’s life. sometimes, i even forget birthdays and another important event that need to be cherised. therefore i apologize once again, i feel bad for not knowing about how you overcome hardships, how is work, and how you deal living far away from home. the thing i regret the most is that we’re currently living in the same city roof, yet i never made the time for a visit. it’s a shame. i am sorry.

honestly, there are endless things i want to share with you, like we always did back then, but i never make enough effort to do that. sometimes, i am just too absorbed in a busy life, and use that as an excuse.

we’ve been friend for longer than 10 years, and you always participated in a big part of my journey. i hope i do too in yours. we may not seeing each other often, not even texting in once a week just to check on how our day went, but i believe the friendship we have has never and will never change.tell me if you have a hard time, i am always here. i may never be able to help, or give out any solutions, but i am ready to listen, in case two ears are not enough, i have the whole heart to listen to your stories.

i am happy that we met, i am grateful to the fate, i am glad to have you as a friend.

from the bottom of my heart, i always pray for your well-being. being successful is not always the matter in a prayer, it is being healthy and wholeheartedly happy is what matter the most. i wish you are given just enough strenght to overcome things in life, always wake up in the morning with a warm heart, and end the day without any regret. eat a lot, laugh a lot, and have enough sleep.

one last thing, i wish you find the love of your life very soon! it’s just about time, isn’t it? hehe, anyhow, i’ll be happily cheering, and wishing for the best :)

i love you!

Rancaekek, June 24th 2017, 16.05 WIB. Ratu.

3 years ago

Bu Lastri: tanda cinta di Pamulang

Ibu Lastri adalah asisten rumah tangga di kosan yang aku tempati di Pamulang. Kurang lebih dua bulan aku masuk sebagai anak kost di rumah ini. Gatau kenapa, aku selalu merasa lebih nyaman ketika ngekos serumah dengan induk semangku, bisa di bilang lantai bawah untuk kami anak kost, dan lantai atas untuk tuan rumah. Ibu kost tinggal sendiri karena suami dan anak-anaknya tinggal di Inggris, dan terpaksa karena covid-19 terjebak bersama kami anak-anak kost plus Bu Lastri yang sudah bekerja hampir 13 tahun bersama. Tapi cerita ini bukan tentang induk semangku, tapi tentang Bu Las. 

image

Di antara tiga orang anak kost, akulah yang paling sering ada di rumah. Selain karena pekerjaanku yang paruh waktu, aku juga kembali berstatus mahasiswa yang kerjaannya kuliah daring di kosan. Mas Salman kerja pagi pulang malem, begitu juga Elya kerja pagi pulang malam. Bisa dibilang dua bulan ini Bu Las adalah 24/7 ku di Pamulang. 

Dua bulan adalah waktu yang cukup untuk mendengarkan kisah hidup seorang Lastri, dari versi muda hingga saat ini berusia lebih dari 60 tahun. Aku selalu bersemangat mendengar kisah hidupnya yang telah bekerja di banyak kota, membantu banyak rumah tangga, memasak banyak masakan sesuai selera majikan. Karena itu, masakan Bu Las wuenakk banget! Masak apapun bisa! rasanya ga ada dua! 

Suatu hari aku sakit, ga bisa keluar kosan, Bu Las dengan insting dan pengalaman seorang wanita di usia senja, bisa tau apa yang aku rasakan. Beliau sibuk membuat bubur, membuat ramuan, bahkan nyari koin buat kerokan. Serius! Aku dirawat dengan baik selama sakit. Setiap kali lelah dan penat dengan segala rutinitas dan kesibukan, aku akan mengetuk kamar Bu Las, izin minta baring atau tidur di kamar Bu Las. Kamar yang kecil, penuh dengan barang-barang yang entah kenapa tidak di buang saja, yang harumnya mengingatkanku pada harum mamah abeh, nenekku. Aku akan meringkuk di kasur itu, bisa langsung terpejam dengan cepat, dengan Bu Las di sampingku menonton sinetron di TV. Setiap aku pulang ke Pamulang, aku selalu ingin memanggil Bu Las lebih dulu. Tanda cintaku di Pamulang, ternyata Bu Lastri. Mungkin aku tidak lama di Pamulang. Waktu singkat ini tidak menumbuhkan seribu teman, tapi satu Bu Lastri cukup ngasih seribu cerita. 

11 months ago

30 dengan Setengah Alis

Hari ini aku kembali pergi lebih awal untuk berangkat kerja. 05.55 udah rapi dan manasin motor karena seperti biasanya 06.00 aku harus berangkat dari rumah menuju stasiun KRL, supaya dapet kereta jadwal 6.22 arah Tanah Abang. Jam segitu keretanya udah penuh, tapi ga penuh-penuh banget. Kurang lebih setahun ini aku memilih naik KRL karena efektif secara waktu. Kalo bawa motor ngabisin sejam sendiri, belum lagi menghadapi macet disana sini. Naik mobil tentu lebih nyaman, tapi tetep ga menghilangkan macet dan musti bayar tol seuprit yang semahal itu. KRL tentu jauh lebih murah dan cepat, tapi ga nyaman. Selain itu, aku lebih suka ketika punya waktu sejam sebelum pegang klien. Bisa ngaso di office sambil sarapan, nonton, baca artikel, scroll sosmed, atau ya gini, nulis.

Biasanya aku berangkat kerja bareng suami, kantor dia lebih deket dari rumah, yang mana bisa masuk kerja agak siang. Tapi dia lebih sering bertoleransi dengan ikut istrinya berangkat pagi. Sesekali dia nganterin penuh sampe kantor, padahal itungannya bulak balik jauh sekali. Untuk itu aku sering diam-diam bersyukur pas dibonceng dibelakang atau duduk disamping dia yang nyetir sambil nyanyiin playlist Scott Bradlee's Postmodern Jukebox; makasih loh Ya Allah.

Tahun ini, kami sama-sama masuk usia 30 tahun. Anjay 30 bro. Kepala tiga ini sungguh tidak terasa. Pagi itu aku bagun seperti biasanya, agak tickled pink mengingat hari itu aku jadi teteh-teteh umur 30. Lama aku memandangi laki-laki disampingku yang masih merem tapi udah goyang-goyang kaki, tanda dia udah bangun juga. Aku kasih pelukan dan kecupan pertamaku yang juga penuh syukur, makasih ya Allah ternyata aku akan menghabiskan seluruh umurku dengan orang ini.

Aku bangkit dari kasur menuju ke rutinitas pertama, minum air putih dan nimbang berat badan di timbangan digital. Aku bukan tipikal orang yang diet ketat, tapi cukup aware dengan kondisi tubuh. Ketika angka-angka menyembul dari balik layar timbangan, aku juga berterimakasih pada tubuh ini; yang berat badannya gampang turun dan susah naik, masa tulangnya selalu rendah dan lemak di subkutan yang selalu tinggi, juga indeks lain yang hampir selalu ideal. Makasih yang badan, kamu kuat sekali. Tentu saja aku akan bertanggung jawab menjaga kamu untuk jadi lebih sehat dan bugar tiap harinya.

Lalu, saat suamiku yang hilang dari kasur dan terdengar menyalakan kompor di dapur, kupikir dia mulai menyiapkan bekal, ternyata dia kembali naik ke kamar dengan cake di tangan. Skip banget ini orang naro cakenya kapan dan dimana. Meski sepertinya aku meniup lilin dan berdoa, dengan sebelah alis yang belum selesai diukir, aku mensyukuri momen kecil kami ini. Selamat Ulang Tahun Wina.

3 years ago

Lagu dari Masa Lalu

Sebagai anak yang lahir di tahun 90-an dan memiliki tiga abang laki-laki yang lahir di antara tahun 80-90 an, aku menjadi adik perempuan hasil doktrinasi musik pop Indonesia kala itu, mungkin musik 90-2000. Dulu, kami punya rumah sederhana dengan tiga kamar. Pembagiannya cukup jelas, satu kamar untuk orang tua, satu kamar untuk anak laki-laki, dan satu kamar untuk anak perempuan. Meskipun secara kuantitas dan kualitas pembagian ini kurang ergonomis. Satu kamar sempit harus diisi tiga anak laki-laki (adik laki-lakiku ga perlu dihitung karena masih tidur sama Mimih dan Bapak) tentu saja tidak mudah. Tapi kami tidak punya banyak waktu untuk mengeluh, selama kami punya radio tape dan musik. Jarak umurku dengan kakak laki-laki tertua cukup jauh, mungkin usiaku masih di bawah tujuh tahun saat memiliki kesadaran tentang kaset-kaset pita milik abangku yang tersusun rapi di rak buku; Sheila on 7, Dewa 19, Padi, Jikustik, Slank, Jamrud, PeterPan, Base Jam, Mocca, Naif, Coklat, KLA Project. etcetera. Tumbuh dengan melihat abang yang saban hari benerin pita kaset yang kusut pake pulpen adalah kenangan masa kecilku. 

Hari ini aku ngobrolin Noah yang remake video klip “Yang Terdalam” dengan dua orang sahabatku. Honestly, aku sangat menikmati dan memutarnya berulang sambil ngerjain ujian akhir semester. Aku buta nada, ga paham musik, dan hanya penikmat saja. Tapi rasanya nyaman sekali, gambaran masa kecilku berkelibatan di kepala. Btw, rambut Iqbal Ramadhan bikin ngiri, sebagai fans lelaki gondrong dan perempuan rambut pendek, pas Bale kibas-kibas rambut jadi pengen ke salon. 

Aku juga bertanya pada mereka, jika ada lagu dari masa lalu yang mereka ingat dan ingin mereka dengar lagi sekarang, hanya satu lagu saja, mereka akan pilih lagu apa. Aku memberi mereka sedikit waktu untuk berpikir. Lagu yang muncul adalah Menghitung Hari dari Anda dan Ruang Rindu dari Letto. Pilihan yang hangat.

Aku selalu percaya bahwa musik mampu mengikat manusia, mengikat dengan kenangan dan perasaan. 

3 years ago
Ada Masanya Ketika Mengucapkan Terima Kasih Sulit Sekali Untuk Dilakukan. Atau Ketika Meminta Maaf Jadi

Ada masanya ketika mengucapkan terima kasih sulit sekali untuk dilakukan. Atau ketika meminta maaf jadi pekerjaan yang melelahkan. Keduanya selalu tidak tepat untuk disampaikan. Hingga pada akhirnya, terima kasih dan maaf kehilangan kekuatannya. Manusia kehilangan ruang untuk dialog.

3 years ago

Kuhentikan Hujan - Sapardi Djoko Damono

Kuhentikan hujan. Kini matahari  merindukanku, mengangkat kabut pagi perlahan Ada yang berdenyut dalam diriku Menembus tanah basah dendam yang dihamilkan hujan dan cahaya matahari Tak bisa ku hentikan matahari memaksaku menciptakan bunga-bunga

Selamat Ulang Tahun, Sahabatku Nurrayyan Alfatihah

2 years ago

“Kok Makan Sendirian Mbak?”

Aku adalah manusia yang ga punya masalah ketika harus makan sendirian. Engga inget pasti sejak kapan prinsip ini aku pegang. Bagiku, makan ya makan. Proses mengunyah dan menelan makanan, sampai akhirnya kenyang dan ga lagi lapar. Perkara ada temennya atau engga, bagiku itu di luar proses makan. Bukan berarti aku tidak menyukai untuk makan bersama orang lain. Tentu saja senang bisa berbagi ruang saat makan. Tapi makan sendirian pun tidak mengurangi perasaan senangku ketika ketemu makanan. 

Singkatnya, hari ini aku memutuskan makan siang di salah satu rumah makan padang yang sudah sering direkomendasikan teman-temanku di Pamulang. Kebetulan letaknya berdekatan dengan salah satu cafe yang akan aku kunjungi sore ini. Perut kecil yang kayanya ususnya panjang ini kurang kenyang jika hanya makan berat di cafe hehe. Makanya mampir dulu ke nasi padang. Seperti biasa aku hanya kaosan dan gendong ransel. Setelan pindah nugas dari kosan ke cafe, tapi males dandan. Seperti biasa aku pesan makan.

image

Setelah aku nemu meja kosong di pojokan, aku memutuskan menunggu pesanan sambil nonton Laal Singh Chaddha di Netflix, dengan pemeran utama Aamir Khan (favoritku! hampir semua filmnya aku tonton) dan Kareena Kapoor, aktris yang sudah muncul di tv sejak aku kecil. 

Anw, pelayannya dateng bawa piring isi ayam bakar. Aslinya lebih banyak dibanding di foto, karena nasinya numpuk dan mleber. Tapi apa yang pelayan itu katakan sesampainya dia di mejaku? 

“Kok makan sendirian Mbak?”

Aku balas hanya dengan tersenyum. Tak lama dia segera kembali bekerja dan meninggalkan mejaku. Lantas aku hanya bisa tersenyum. Jika aku hitung dengan teliti, berapa puluh kali aku dapat pertanyaan bernada sama. Mungkin bisa aku hitung sejak 2013, ketika pindah untuk berkuliah di Depok. Aku sudah memulai praktik makan sendirian. Hasilnya pasti banyak. Mereka yang bertanya demikian engga kenal tempat. Di warung padang, pecel lele, tempat ngopi mainstream, tempat ngopi indie, bahkan warung bakso favoritku di Garut, bertanya sampai dua kali untuk memastikan apakah aku makan sendiri dan apakah ga ada temen yang nyusul. Selama ini jawabanku beda-beda, kadang aku tanggapi serius, kadang aku becandain, kadang kaya hari ini cuman aku senyumin. Kenapa manusia begitu penasaran dengan perkara temen makan orang lain? Padahal yang kenyang perutku. Pertanyaan model begini ga akan bikin kenyang rasa penasaran atau basa basimu. Tentu saja jika di lain hari aku masih dapet pertanyaan begini, aku masih akan senyum-senyum sendiri :)

3 years ago
Selepas Pulang Dari Indonesia Mengajar, Aku Mensyukuri Beberapa Hal. Salah Satunya Adalah Mbak Nisa.

Selepas pulang dari Indonesia Mengajar, aku mensyukuri beberapa hal. Salah satunya adalah Mbak Nisa. Dia mungkin seseorang yang perannya kaya bunglon. Kadang-kadang bisa hangat romantis nan manis, di lain waktu bisa judes dingin kaya gunung es. Kami ga selalu berdiri di perahu yang sama. Kadang kami punya banyak sekali perebedaan. Tapi ga jarang kami selalu berada di frekuensi yang sama. Dia sangat logis. Dan berkali-kali nampar posisiku yang terlalu emosional. Dia lugas, galak, dan apa adanya. Tahun lalu, aku menyaksikan kerentanan Mbak Nisa, dia menangis di bahuku dan aku berusaha keras menahan tangisan yang nyangkut di tenggorokan. Diam-diam aku mengagumi karakternya yang kuat, dan mengagumi kerentanannya yang rapuh. Tentu saja aku menyukai fakta bahwa kita pengagum Dewi Lestari. Quote favorit dia yang aku ingat betul:

"betul, ga ada yg bisa ngatasin segala rasa tentang kehilangan, Win"

“Seseorang semestinya memutuskan bersama orang lain karena menemukan keutuhannya tercermin, bukan ketakutannya akan sepi.” yang dia kutip juga dari Mbak Dewi Lestari

  • isikata
    isikata liked this · 3 years ago
  • winarasidi
    winarasidi reblogged this · 3 years ago

43 posts

Explore Tumblr Blog
Search Through Tumblr Tags