30 Dengan Setengah Alis

30 dengan Setengah Alis

Hari ini aku kembali pergi lebih awal untuk berangkat kerja. 05.55 udah rapi dan manasin motor karena seperti biasanya 06.00 aku harus berangkat dari rumah menuju stasiun KRL, supaya dapet kereta jadwal 6.22 arah Tanah Abang. Jam segitu keretanya udah penuh, tapi ga penuh-penuh banget. Kurang lebih setahun ini aku memilih naik KRL karena efektif secara waktu. Kalo bawa motor ngabisin sejam sendiri, belum lagi menghadapi macet disana sini. Naik mobil tentu lebih nyaman, tapi tetep ga menghilangkan macet dan musti bayar tol seuprit yang semahal itu. KRL tentu jauh lebih murah dan cepat, tapi ga nyaman. Selain itu, aku lebih suka ketika punya waktu sejam sebelum pegang klien. Bisa ngaso di office sambil sarapan, nonton, baca artikel, scroll sosmed, atau ya gini, nulis.

Biasanya aku berangkat kerja bareng suami, kantor dia lebih deket dari rumah, yang mana bisa masuk kerja agak siang. Tapi dia lebih sering bertoleransi dengan ikut istrinya berangkat pagi. Sesekali dia nganterin penuh sampe kantor, padahal itungannya bulak balik jauh sekali. Untuk itu aku sering diam-diam bersyukur pas dibonceng dibelakang atau duduk disamping dia yang nyetir sambil nyanyiin playlist Scott Bradlee's Postmodern Jukebox; makasih loh Ya Allah.

Tahun ini, kami sama-sama masuk usia 30 tahun. Anjay 30 bro. Kepala tiga ini sungguh tidak terasa. Pagi itu aku bagun seperti biasanya, agak tickled pink mengingat hari itu aku jadi teteh-teteh umur 30. Lama aku memandangi laki-laki disampingku yang masih merem tapi udah goyang-goyang kaki, tanda dia udah bangun juga. Aku kasih pelukan dan kecupan pertamaku yang juga penuh syukur, makasih ya Allah ternyata aku akan menghabiskan seluruh umurku dengan orang ini.

Aku bangkit dari kasur menuju ke rutinitas pertama, minum air putih dan nimbang berat badan di timbangan digital. Aku bukan tipikal orang yang diet ketat, tapi cukup aware dengan kondisi tubuh. Ketika angka-angka menyembul dari balik layar timbangan, aku juga berterimakasih pada tubuh ini; yang berat badannya gampang turun dan susah naik, masa tulangnya selalu rendah dan lemak di subkutan yang selalu tinggi, juga indeks lain yang hampir selalu ideal. Makasih yang badan, kamu kuat sekali. Tentu saja aku akan bertanggung jawab menjaga kamu untuk jadi lebih sehat dan bugar tiap harinya.

Lalu, saat suamiku yang hilang dari kasur dan terdengar menyalakan kompor di dapur, kupikir dia mulai menyiapkan bekal, ternyata dia kembali naik ke kamar dengan cake di tangan. Skip banget ini orang naro cakenya kapan dan dimana. Meski sepertinya aku meniup lilin dan berdoa, dengan sebelah alis yang belum selesai diukir, aku mensyukuri momen kecil kami ini. Selamat Ulang Tahun Wina.

More Posts from Winarasidi and Others

3 years ago

No matter how much I try, no matter how much I want it, some story just don't have a happy ending

3 years ago

Kuhentikan Hujan - Sapardi Djoko Damono

Kuhentikan hujan. Kini matahari  merindukanku, mengangkat kabut pagi perlahan Ada yang berdenyut dalam diriku Menembus tanah basah dendam yang dihamilkan hujan dan cahaya matahari Tak bisa ku hentikan matahari memaksaku menciptakan bunga-bunga

Selamat Ulang Tahun, Sahabatku Nurrayyan Alfatihah

3 years ago

April

12.17 AM, sudut layar leptopku berkedip ketika sebuah notifikasi menyembul seolah memaksaku segera mengisi daya. Kembali melirik sudut kanan bawah, ternyata sudah lewat tengah malam, sedang aku masih membuka beberapa Peraturan Daerah (Perda)  terkait perlindungan dan pemenuhan hak disabilitas. Membandingkan satu Perda dengan Perda yang lain. Sudah hampir dua semester ini aku lebih banyak berkutat dengan kebijakan, di kelas-kelas formal jalur zoom, juga di kelas alternatif Think Policy Bootcamp yang tentu saja via zoom juga. Semuanya membuat kosakata istirahat harus selalu ditunda. Aku putuskan untuk merayakan saja.

Memasuki pekan Ujian Tengah Semester, atmosfir urusan kuliah mulai intens. Ditambah aku memutuskan mengambil jadwal praktek di hari minggu per April ini. Lengkap sudah tidak ada warna merah dalam 7/7 kehidupanku. Sekali lagi, aku putuskan untuk merayakan saja. 

Mari rayakan hari-hari tanpa libur yang berarti. Hari-hari yang rusuh berangkat pagi ke tempat kerja sedang mata masih rapet sisa begadang semalaman. Merayakan jam kosong di klinik dengan tidur di atas matras pas bangun sakit badan. Merayakan kuyup karena pun udah pakai jas hujan, angin di Ciputat dan Pamulang tetap ga pandang bulu. Merayakan berbagai rasa sakit dan ga nyaman, merayakan hal-hal kecil yang membahagiakan. 

April, bulan merayakan.

2 years ago

Refleksi IWD 2023: Untuk diriku

Selamat Hari Perempuan Internasional! Biasanya aku merayakan #IWD tiap tahunnya dengan menuliskan refleksi singkat tentang pengalaman, harapan atau kegundahan yang tengah aku rasakan saat itu. Tapi kali ini aku menyempatkan diri untuk duduk diantara Bab-Bab tesisku yang tak kunjung usai dengan menuliskan refleksi IWD tahun ini. Tulisan ini ditujukan untuk diriku. Ada beberapa hal yang ingin aku ingatkan pada Wina di dalam sana.

Merasa Nyaman dengan Diri, Tubuh serta Tektekbengeknya: Sudah sejak kecil aku mendengar standar kecantikan dan tubuh seorang perempuan diperbincangkan. Sejak SD, aku familiar dengan lagu Panon Hideung. Betapa gambaran tentang perempuan cantik yang membuat laki-laki snewen adalah mereka yang berhidung mancung. Lantas hidung pesek ini bagaimana? Tentu saja saat itu aku merasa tercoret dari katagori cantik untuk ukuran perempuan. Namun, seiring berjalannya waktu, aku bertemu dengan banyak sekali perempuan di luar sana. Hingga akhirnya aku menemukan bahwa kecantikan itu universal. Standar kecantikan yang ada berujung pada objektifikasi perempuan. Standar kecantikan hanya buah dari konstruksi yang dibangun media. Etc etc wasweswos. Pikiran soal menjadi cantik di depan orang lain juga terkoreksi dengan sendirinya. Bahwa menjadi cantik adalah untuk diriku sendiri. Saat ini, aku bisa dengan bangga mengatakan di depan cermin bahwa aku sangat menyukai porsi tubuhku yang petite. Gadis semeter setengah yang juga menyukai bentuk hidungnya yang pesek. Menerima bekas luka di pipi kanan yang sulit ditutupi bedak. Menerima secara terbuka luka batin yang sempat perih dan terus tinggal di dalam sana. Menyukai bagaimana aku berpakaian. Mencintai bagaimana aku berbicara dan berpendapat. Aku nyaman dengan tubuh, diri dan segala tektekbengek yang mengikutinya. Seperti sakit pinggang di hari pertama menjelang menstruasi yang nyerinya minta ampun. Aku pun memeluk itu sebagai bagian dari diriku hari ini.

Menerima Bahwa Tidak Semua Perempuan Memiliki Pilihan: Sungguh kenyataan ini sangat menyakitkan. Aku adalah seseorang dengan privilege tumbuh dari keluarga dengan ekonomi menengah ke atas. Bisa mengakses pendidikan dan kesehatan dengan memadai. Hidup nyaman tanpa harus berpikir kebingungan besok makan apa. Bahkan masih bisa bermimpi tentang masa depan. Aku sampai pada kesadaran bahwa dunia tidak berputar hanya di sekelilingku. Ada yang lebih besar dariku. Ada banyak perempuan lain yang justru hidup jauh lebih sulit dari kehidupan yang aku jalani. Kesulitan yang dialami bukan karena kebodohan, kemalasan, atau hal-hal lain. Banyak diantaranya karena permasalahan struktural dan sistemik yang bangsat. Menyakitkan memang melihat salah satu murid perempuanku di pelosok sana memilih untuk berhenti sekolah dan menikah di usia yang masih sangat belia. Mendengar seorang ibu yang rela menjadi korban KDRT demi mempertahankan keluarga dan anaknya. Seorang permepuan yang turut menjadi tulang punggung ekonomi keluarga hingga kehabisan waktu untuk diri sendiri. Serta banyak cerita lain yang sempat aku katakan salah dan tidak ideal dari kaca mata perempuan. Dari sini, jauh-jauhlah rasa angkuh dan sombong. Maka dengan menyadari dan menerima ini sebagai bagian dari kehidupan perempuan hari ini, semoga jadi bahan untuk aku selalu berbuat dan berempatik pada sekitar.

Bergerak Menuju Kehidupan yang Berdaya dan Inklusif: maka sudah seharusnya aku menuju kepada-menjadi manusia yang berdaya. Berdaya dalam berpikir dan bertindak, yang mengedepankan kemanusiaan. Manusiakan manusia!

3 years ago

13:28 - jeda

Dari sekian bintang cakrawala Apa hanya kita saja yang bernyawa? Lahir, kita semua tak berdaya Lalu hidup kita mesti berupaya Dan dewasa terpaksa memikul raya 

Banyak yang aku tak akan tahu Yang kamu tak akan juga tahu jawabannya Sejenak berhenti bertanya Nikmati saja waktu yang kita punya Nikmati saja waktuku yang kupunya

Mustahil untuk kupahamimu Tak sepenuhnya kau pun memahamiku Tak tahu Mungkin memang nadi kita Mungkin bila semua aku pahami Mungkin rasa ini tak menarik lagi

10 months ago

When I Fell in Love with Cycling

I discovered my love for cycling when I met Dargo. At the time, he was just someone I knew, and I never imagined I would end up marrying him. Getting to know Dargo also meant getting to know cycling, a passion he had pursued regularly for several years before we got married. I began watching European cyclists glide beautifully through green mountains and snowy hills. Naturally, I was captivated and wondered if I could ever do something like that.

After we got married, I decided to share a hobby with Dargo and give cycling a try. I chose it for myself, not because my husband pressured me—Dargo has never forced me into anything.

On December 26, 2023, I bought a Twitter Cyclon Pro Disc R7000-22S bike in black and red. After discussing it with my husband, we decided this would be my first bike. The main factor was its affordability at the time, combined with its full carbon frame and Shimano 105 groupset. Despite one drawback—the bike was still a bit too large for me—it was the best option for us.

When I Fell In Love With Cycling

In early January 2024, I began my journey as an amateur cyclist. I started getting used to my new bike, beginning with my first 50 kilometers, then 70 kilometers, and eventually my first 100 kilometers. I still vividly remember my first 100 kilometers; I took the route from South Tangerang to Bogor, riding back and forth from home. Anjay rada gelo!

Eight months after buying my road bike, I decided to participate in a race in July 2024. I joined the Tour de Ambarukkmo in Yogyakarta in the regular category, covering 128 kilometers. Of course, with various adjustments to make the bike fit my body. It was an exhilarating experience, especially since I typically only cycled once a week on weekends. But I prepared as best as I could, training enough and learning to understand my body. In the end, I completed the Tour de Ambarukkmo. Though it was exhausting, I was filled with pride—a feeling of abundance.

When I Fell In Love With Cycling
When I Fell In Love With Cycling

Cycling, like running, is more than just a sport for me. These activities are my way of connecting with my body and the world around me. When I cycle or run, I focus on feeling my body, muscles, breath, and heartbeat. I learn to recognize pain and fatigue. I become fully aware of my body, knowing when to stop and when I can keep going. When cycling, I often clear my mind. I never listen to music while riding; instead, I prefer to hear the rhythm of my breath, the sounds around me, and the wind rushing against my body as I descend hills or climb slopes.

When I Fell In Love With Cycling
When I Fell In Love With Cycling

I can’t recall exactly when I fell in love with cycling, but I’ve come to realize that it has become one of my most meaningful routines. When I miss a ride, something feels off and different. Perhaps, at this point, cycling has become an essential part of who I am.

Tangerang, 23 Agustus 2024


Tags
3 years ago

Bu Lastri bikin bubur kacang ijo pake daun pandan, wangi banget. Dia anter semanguk bubur kacang ijo ke kamarku. Sedang aku sibuk dengan banyak sekali laporan assessment anak-anak di klinik. Casual aku putar sambil mandang bubur kacang ijo lekat-lekat, lamat-lamat. Ah. Aku masih harus mensyukuri hari ini. Hamdallah bubur kacang ijonya enak banget.

3 years ago

Menunggu dengan Sadar adalah Seni

Hidup berkesadaran adalah ketika kita melakukan sesuatu karena ada alasannya. Lalu, jika kita ingin melakukan sesuatu tanpa alasan apakah bisa dikatakan tidak berkesadaran? 

Monggo mau pake kiblat mana atau teori siapa soal kesadaran.  Sejumlah teori dari berbagai bidang berusaha menjelaskan hakekat kesadaran, misalnya filsafat, psikologi, neurosains, fisika kuantum, matematika, mistik, dan pendekatan integral. Kalau pakai definisi dan sudut pandang kesadaran dari banyak teori diatas rumit dan butuh waktu lama, coba kita lihat cara Natsoulas (1978, 1999) yang lebih menyukai pendekatan akal sehat atau bagaimana orang awam menggunakan kata kesadaran sebagaimana tercantum dalam Oxford English Dictionary, setidaknya ada enam arti kesadaran menurut kamus ini; (1) pengetahuan bersama (2) pengetahuan atau keyakinan internal (3) keadaan mental yang sedang menyadari sesuatu (awareness), (4) mengenali tindakan atau perasaan sendiri (direct awareness), (5) kesatuan pribadi yaitu totalitas impresi, pikiran, perasaan yang membentuk perasaan sadar dan (6) keadaan bangun/terjaga secara normal. 

Aku sedang mencoba dan berusaha untuk berkesadaran dalam menunggu. Kalian boleh mempersepsikan menunggu untuk apapun. Aku tidak harus menjelaskan. Hidupku, dengan banyak sekali dot-dot di dalamnya, adalah seni menunggu, dan berkesenian dalam menunggu. Menunggu waktu menyambungkan setiap dots yang ada. Connecting the dots. Titik-titik dalam hidup yang berserakan, tidak otomatis saling terhubung, terkadang perlu dihubungkan, ditemukan, disatukan. Menunggu dengan sadar, berkesadaran dalam menunggu adalah seni. 

Beberapa tahun silam seorang teman mengenalkanku pada penyanyi asal Malaysia ini, Zee Avi. Ia memintaku untuk mendengarkan beberapa lagu dari hits-nya di tahun 2009, siapa sangka aku suka semua lagunya! Bahkan lagu Just You and Me menjadi salah satu alasanku membaca buku  Kierkegaard dan meyakinkan diri akan menjadi pasangan yang membebaskan partnernya untuk hidup sesuai keinginan. Asal aku ikut di dalamnya. Hahaha Aku rasa Good Things ini cukup mewakili soal hidup berkesadaran yang aku rasakan. Dengan segala tantangan yang sedang kita hadapi masing-masing, Mbak Zee Avi berpesan “Lets all do the right thing as citizens, humans, friends, family, and stay home, for the love of yourself, your family and all your loved ones. Til then, just a gentle reminder to all that, 'Good Things Come To Those Who Wait”

2 years ago

[Cerpen] - Seorang Perempuan dan Lelaki yang Memberinya Segala

Seorang perempuan berkata, cantik sekali jemarimu. Lentik. Cantik. Lelaki itu mengatakan; it’s all yours tho. Maka si perempuan bergegas mengambil ke sepuluh jari kekasihnya. Dimulai dengan memotong ibu jari sebelah kanan. Si perempuan percaya lebih baik untuk memulai sesuatu dengan tangan kanan. Ia memetik ibu jari kekasihnya dengan anggun bak memetik sekuntum bunga. Tanpa rasa sakit, bahkan si lelaki tersenyum memberikan ibu jarinya. Satu persatu jemari sang kekasih dipetiknya, kali ini ibarat memetik daun kangkung dari batangnya. Sekali lagi. Tanpa rasa sakit. Keduanya bersuka cita atas nama cinta.

[Cerpen] - Seorang Perempuan Dan Lelaki Yang Memberinya Segala

Lain hari, si perempuan dan laki-laki tanpa jari ini berjalan-jalan di sebuah taman. Sambil berjalan menggandeng kekasihnya, ia dengan lekat dan lamat memandang kedua matanya yang bening berikut bulu mata yang entah mengapa begitu pas berada disana. Sang kekasih bertanya mengapa dia ditatap sedemikian. Si perempuan mengatakan bahwa ia menyukai kedua mata indah milik lelaki itu. Maka ia pun mendapatkannya. Lelaki itu dengan segera menyerahkan dua matanya dengan darah yang segar ke telapak tangan si perempuan. Mereka berdua kembali bersuka cita sambil menyusuri taman kota.

Kesempatan lain, si perempuan dan laki-laki tanpa jari-jari tanpa mata ini terlihat duduk mendengarkan musik dengan berbagi earpods. Si lelaki sibuk menjelaskan berbagai lagu yang mereka dengar: T-shirt weather (Circa Waves) - Dancing in the moonlight (King Harvest Through the Years) - The less i know the better (Tame Impala) - Westside (The Kooks) - She (Harry Style). Si perempuan berbisik, betapa ia menyukai bentuk indah telinga kekasihnya itu dan bagaimana ia bisa tanpa kesulitan menerima musik dan menerjemahkannya dalam pengertian dan keindahan yang paling mudah. Maka lelaki itu tak pelu menunggu lama untuk mengiris kedua telinganya dan memberikannya bak bingkisan hari raya di hadapan perempuan pujaan. Lelaki tanpa jari-jari tanpa mata tanpa telinga tampak bangga dan bahagia.

Begitulah mereka berdua menjalani hari-hari, si perempuan dan lelaki yang kini nyaris tanpa wajah menjadi sepasang kekasih. Datang suatu hari ketika si perempuan begitu menyukai bahu si lelaki yang terasa begitu nyaman untuk bersandar. Mengatakan bahwa ia jatuh cinta pada mata kaki si lelaki, atau pada kelingking kaki sebelah kiri. Tentu saja tanpa perlu usaha, dia akan mendapatkannya dengan segera. Si lelaki murah hati memberikan segala.

Hingga suatu hari, si perempuan dan laki-laki tanpa segala kini tengah berada dalam kekosongan. Si perempuan duduk dengan jari-jari tangan, mata, telinga, hidung, mulut, lengan, kaki, mata kaki, jari-jari kaki dengan kelingking sebelah kiri di atas pangkuannya. Ia hanya ditemani kekosongan.


Tags
3 years ago

Hari Disabilitas Internasional 2021

Seperti biasa setelah menyelesaikan tugas kuliah, aku rebahan dan scroll up timeline twitter. Kemudian aku membaca komentar seseorang tentang potongan video yang kurang dari dua menit, menunjukkan seorang menteri sedang meminta, bahkan beliau sendiri mengatakan ‘memaksa’ seorang tuli untuk bicara dihadapan banyak orang. Meski dibalut dengan bahasa yang halus, tentang memaksimalkan mulut sebagai pemberian Tuhan, tetap saja video itu mengganggu saya, terdengar tidak empatik dan menciderai hari Disabilitas Internasional yang menandai pemenuhan hak penyandang disabilitas.

(baca) https://mojok.co/liputan/kilas/mensos-risma-diprotes-karena-paksa-penyandang-tunarungu-bicara/

Tapi ada berita baiknya hari ini, angin seger banget sih setelah terbit Perpres no 68 tahun 2020, Komite Nasional Disabilitas (KND) pertama di Indonesia akhirnya dibentuk. KND akan bekerja dalam pemantauan, evaluasi, advokasi pelaksanaan penghormatan, perlindungan juga pemenuhan hak penyandang disabilitas. Jika kita melihat roadmap layanan kesehatan inklusif disabilitas Kemenkes yang sekarang, apresiasi banget perkembangan di level macro, level kebijakan di pusat. Peta jalan “pelayanan kesehatan untuk semua” ini memiliki 7 strategi utama diantaranya; 

Mengatasi hambatan fisik dan informasi dalam mengakses layanan Menyediakan tenaga kesehatan yang terampil dan peka disabilitas Menyediakan layanan kesehatan yang menyeluruh Meningkatkan partisipasi penyandang disabilitas Menguatkan mekanisme dan pelembagaan implementasi kerangka kebijakan Meningkatkan anggaran sektor kesehatan di tingkat pusat dan daerah untuk pengembangan layanan inklusif Mendorong kebijakan dan program yang berlandaskan informasi akurat. 

Tentu saja implementasi di level bawahnya yang harus jadi perhatian semua orang. Ga cuman itu sih, pola pikir pejabat tentang disabilitas juga sama pentingnya dengan produk kebijakan apapun untuk ikut diperhatikan. Semoga video viral menteri tadi ga perlu ada lagi, yang tidak sensitif dan tidak empatik.

Lalu pola pikir seperti apa yang harus dikembangkan? Sejauh yang aku pahami, disabilitas adalah konsep yang dinamis, ia terus menerus mengalami perubahan dan perkembangan. Menurutku penting untuk mengenal perkembangan dalam melihat disabilitas. Dahulu, paradigma yang berkembang adalah berdasarkan moral juga pendekatan religious. Disabilitas dianggap sebagai dosa, kutukan, dan sebagainya (anggaplah ini anggapan yang berkembang di zaman kegelapan). Kemudian disabilitas bergerak ke charity model dimana masyarakat melihat orang dengan disabilitas melalui kacamata belaskasihan dan objek amal semata. Lalu perkembangannya bergerak ke paradigma medis atau rehabilitasi. Paradigma ini juga dipengaruhi industrialiasi dan kapitalisme, dimana manusia dipandang sebagai alat produksi, jika ada manusia yang cacat dan tidak produktif maka harus diperbaiki. Perkembangan dunia medis juga membuat kecacatan harus diobati sehingga muncul pusat-pusat rehabilitasi. Hingga saat ini perkembangan mengarah ke rights based model, dimana peralihan cara pandang secara global bahwa disabilitas memiliki kesetaraan hak sebagai manusia. Pola pikir disabilitas sudah berkembang dan meninggalkan cara pandang lama yang melihat disabilitas sebagai objek tetapi subjek, berkembang dari masalah medis menjadi masalah interaksi sosial, dari pendekatan amal ke pemenuhan hak, dari proses yang eksklusif menjadi inklusif.

Kita cukupkan saja romantisasi penyandang disabilitas yang sukses sebagai objek motivasi seolah mereka luar biasa dengan pencapaiannya. Seolah aneh dan jarang mereka bisa berhasil. Justru lihat kembali hambatan lingkungan apa saja, hambatan sikap masyarakat yang mana (ex: stigma dan diskriminasi) yang selama ini telah membatasi mereka untuk berpartisipasi optimal ditengah-tengah masyarakat kita. Berapa banyak orang dengan disabilitas yang tidak bisa berpartisipasi secara optimal di rumah, sekolah, tempat kerja, atau di masyarakat karena hambatan yang datang dari lingkungan, bahkan dari piranti kebijakan, bukan dari keterbatasan mereka?

Selamat Hari Disabilitas Internasional teman-teman

43 posts

Explore Tumblr Blog
Search Through Tumblr Tags