Berbagi Playlist Juga Bentuk Love Language (setidaknya Buatku)

Berbagi Playlist juga Bentuk Love Language (setidaknya buatku)

The Love Language Profile yang ditulis oleh yang empunya Chapman (2015) digunakan untuk menilai cara-cara individu dalam berkomunikasi. Seperti yang kita tau, ada lima bahasa kasih yang amat populer disisipkan dalam obrolan anak-anak remaja atau manusia dewasa, diantranya; words of affirmation, quality time, receiving gifts, acts of service, dan physical touch. Chapman juga berpendapat bahwa alasan utama munculnya masalah dalam hubungan adalah karena pasangan berbicara dengan bahasa cinta yang berbeda. Bagiku masih masuk akal. 

Aku justru amat menyadari hal ini ketika bekerja di Aceh Singkil. Lalu amat tersiksa atas relasiku dengan salah satu teman sepenempatan. Susah banget rasanya komunikasi sama dia. Gini salah gitu salah. Terus aku merasa sudah sangat berusaha membangun komunikasi, mencoba memahami, tetap saja nihil. Hasilnya? Ya akunya aja goblok sebenarnya hahaha

Lalu gagasan ini muncul ketika kami memiliki waktu refleksi yang dingin, dimediasi oleh pihak ketiga. Mentor. Dengan segala permasalahan yang terjadi antara aku dan dia, salah satu kemungkinan penyebabnya adalah karena kami berbicara dengan bahasa kasih yang berbeda. Bagiku, yang dominan words of affirmation, nanyain kabar, nyemangatin dengan kata-kata, sudah sangat mewakili kepedulianku terhadap teman sepenempatan. Tapi ternyata, bagi dia yang acts of service, semua itu hanya omong kosong dan ilusi kalo aku ga sampe nyamperin dia sebagai bentuk komunikasi dan dukungan yang diharapkan. Sampe belut buluan, maksud kami ga akan pernah ketemu! Karena aku sudah merasa cukup, sedangkan dia tidak. Juga sebaliknya. Ketika dia lupa bilang tolong, maaf, atau terima kasih, aku bapernya minta ampun sampe ke ubun-ubun. Dongkol. Meskipun hanya ada dalam kepalaku saja. Ya ini pengalaman relasi sosialku yang coba menerapkan teori love languagenya Chapman. Setelah tau, rasanya lebih mudah berinteraksi secara sehat dan dua arah. Kami saling memahami dan toleransi terhadap kebutuhan orang lain. Lantas dalam relasi romantis? Ya silakan yang punya pengalaman boleh mengingat-ngingat. 

Akhir-akhir ini aku sedang merasa penuh, akibat berbagi playlist dengan mereka yang terdekat dan terkasih. Ketika stres menyerang, sungguh kalimat sederhana “Win dengerin ini deh”, rasanya memberikan ketentraman batin yang tiada dua. Konten yang dibagi denganku juga beragam, mulai dari podcast, video youtube, ceramah, diskusi tertentu dan terutama musik. Mereka yang membagi playlistnya denganku tentu saja sudah lebih dulu mendengarkan, bisa jadi juga merupakan bagian favoritnya, lalu mereka dengan sadar membagi, merekomendasikan, dengan penuh perhatian kepadaku. Tentu sangat membuatku penuh. Haru. Hangat. Terkadang ingin mewek. 

Buat kalian yang menyempatkan, untuk sekian detik, memikirkan playlist dan membaginya denganku. Aku sangat berterima kasih. Sangat berarti bagiku. Sungguh. Semoga kalian selalu dipenuhi cinta kasih setiap hari :) 

source: youtube.com Salah satu lagu yang aku nikmati akhir-akhir ini, silakan ikut mendengarkan jika berkenan. 

Tags

More Posts from Winarasidi and Others

3 years ago

Bu Lastri: tanda cinta di Pamulang

Ibu Lastri adalah asisten rumah tangga di kosan yang aku tempati di Pamulang. Kurang lebih dua bulan aku masuk sebagai anak kost di rumah ini. Gatau kenapa, aku selalu merasa lebih nyaman ketika ngekos serumah dengan induk semangku, bisa di bilang lantai bawah untuk kami anak kost, dan lantai atas untuk tuan rumah. Ibu kost tinggal sendiri karena suami dan anak-anaknya tinggal di Inggris, dan terpaksa karena covid-19 terjebak bersama kami anak-anak kost plus Bu Lastri yang sudah bekerja hampir 13 tahun bersama. Tapi cerita ini bukan tentang induk semangku, tapi tentang Bu Las. 

image

Di antara tiga orang anak kost, akulah yang paling sering ada di rumah. Selain karena pekerjaanku yang paruh waktu, aku juga kembali berstatus mahasiswa yang kerjaannya kuliah daring di kosan. Mas Salman kerja pagi pulang malem, begitu juga Elya kerja pagi pulang malam. Bisa dibilang dua bulan ini Bu Las adalah 24/7 ku di Pamulang. 

Dua bulan adalah waktu yang cukup untuk mendengarkan kisah hidup seorang Lastri, dari versi muda hingga saat ini berusia lebih dari 60 tahun. Aku selalu bersemangat mendengar kisah hidupnya yang telah bekerja di banyak kota, membantu banyak rumah tangga, memasak banyak masakan sesuai selera majikan. Karena itu, masakan Bu Las wuenakk banget! Masak apapun bisa! rasanya ga ada dua! 

Suatu hari aku sakit, ga bisa keluar kosan, Bu Las dengan insting dan pengalaman seorang wanita di usia senja, bisa tau apa yang aku rasakan. Beliau sibuk membuat bubur, membuat ramuan, bahkan nyari koin buat kerokan. Serius! Aku dirawat dengan baik selama sakit. Setiap kali lelah dan penat dengan segala rutinitas dan kesibukan, aku akan mengetuk kamar Bu Las, izin minta baring atau tidur di kamar Bu Las. Kamar yang kecil, penuh dengan barang-barang yang entah kenapa tidak di buang saja, yang harumnya mengingatkanku pada harum mamah abeh, nenekku. Aku akan meringkuk di kasur itu, bisa langsung terpejam dengan cepat, dengan Bu Las di sampingku menonton sinetron di TV. Setiap aku pulang ke Pamulang, aku selalu ingin memanggil Bu Las lebih dulu. Tanda cintaku di Pamulang, ternyata Bu Lastri. Mungkin aku tidak lama di Pamulang. Waktu singkat ini tidak menumbuhkan seribu teman, tapi satu Bu Lastri cukup ngasih seribu cerita. 

2 years ago

[Cerpen] - Seorang Perempuan dan Lelaki yang Memberinya Segala

Seorang perempuan berkata, cantik sekali jemarimu. Lentik. Cantik. Lelaki itu mengatakan; it’s all yours tho. Maka si perempuan bergegas mengambil ke sepuluh jari kekasihnya. Dimulai dengan memotong ibu jari sebelah kanan. Si perempuan percaya lebih baik untuk memulai sesuatu dengan tangan kanan. Ia memetik ibu jari kekasihnya dengan anggun bak memetik sekuntum bunga. Tanpa rasa sakit, bahkan si lelaki tersenyum memberikan ibu jarinya. Satu persatu jemari sang kekasih dipetiknya, kali ini ibarat memetik daun kangkung dari batangnya. Sekali lagi. Tanpa rasa sakit. Keduanya bersuka cita atas nama cinta.

[Cerpen] - Seorang Perempuan Dan Lelaki Yang Memberinya Segala

Lain hari, si perempuan dan laki-laki tanpa jari ini berjalan-jalan di sebuah taman. Sambil berjalan menggandeng kekasihnya, ia dengan lekat dan lamat memandang kedua matanya yang bening berikut bulu mata yang entah mengapa begitu pas berada disana. Sang kekasih bertanya mengapa dia ditatap sedemikian. Si perempuan mengatakan bahwa ia menyukai kedua mata indah milik lelaki itu. Maka ia pun mendapatkannya. Lelaki itu dengan segera menyerahkan dua matanya dengan darah yang segar ke telapak tangan si perempuan. Mereka berdua kembali bersuka cita sambil menyusuri taman kota.

Kesempatan lain, si perempuan dan laki-laki tanpa jari-jari tanpa mata ini terlihat duduk mendengarkan musik dengan berbagi earpods. Si lelaki sibuk menjelaskan berbagai lagu yang mereka dengar: T-shirt weather (Circa Waves) - Dancing in the moonlight (King Harvest Through the Years) - The less i know the better (Tame Impala) - Westside (The Kooks) - She (Harry Style). Si perempuan berbisik, betapa ia menyukai bentuk indah telinga kekasihnya itu dan bagaimana ia bisa tanpa kesulitan menerima musik dan menerjemahkannya dalam pengertian dan keindahan yang paling mudah. Maka lelaki itu tak pelu menunggu lama untuk mengiris kedua telinganya dan memberikannya bak bingkisan hari raya di hadapan perempuan pujaan. Lelaki tanpa jari-jari tanpa mata tanpa telinga tampak bangga dan bahagia.

Begitulah mereka berdua menjalani hari-hari, si perempuan dan lelaki yang kini nyaris tanpa wajah menjadi sepasang kekasih. Datang suatu hari ketika si perempuan begitu menyukai bahu si lelaki yang terasa begitu nyaman untuk bersandar. Mengatakan bahwa ia jatuh cinta pada mata kaki si lelaki, atau pada kelingking kaki sebelah kiri. Tentu saja tanpa perlu usaha, dia akan mendapatkannya dengan segera. Si lelaki murah hati memberikan segala.

Hingga suatu hari, si perempuan dan laki-laki tanpa segala kini tengah berada dalam kekosongan. Si perempuan duduk dengan jari-jari tangan, mata, telinga, hidung, mulut, lengan, kaki, mata kaki, jari-jari kaki dengan kelingking sebelah kiri di atas pangkuannya. Ia hanya ditemani kekosongan.


Tags
3 years ago
Selepas Pulang Dari Indonesia Mengajar, Aku Mensyukuri Beberapa Hal. Salah Satunya Adalah Mbak Nisa.

Selepas pulang dari Indonesia Mengajar, aku mensyukuri beberapa hal. Salah satunya adalah Mbak Nisa. Dia mungkin seseorang yang perannya kaya bunglon. Kadang-kadang bisa hangat romantis nan manis, di lain waktu bisa judes dingin kaya gunung es. Kami ga selalu berdiri di perahu yang sama. Kadang kami punya banyak sekali perebedaan. Tapi ga jarang kami selalu berada di frekuensi yang sama. Dia sangat logis. Dan berkali-kali nampar posisiku yang terlalu emosional. Dia lugas, galak, dan apa adanya. Tahun lalu, aku menyaksikan kerentanan Mbak Nisa, dia menangis di bahuku dan aku berusaha keras menahan tangisan yang nyangkut di tenggorokan. Diam-diam aku mengagumi karakternya yang kuat, dan mengagumi kerentanannya yang rapuh. Tentu saja aku menyukai fakta bahwa kita pengagum Dewi Lestari. Quote favorit dia yang aku ingat betul:

"betul, ga ada yg bisa ngatasin segala rasa tentang kehilangan, Win"

“Seseorang semestinya memutuskan bersama orang lain karena menemukan keutuhannya tercermin, bukan ketakutannya akan sepi.” yang dia kutip juga dari Mbak Dewi Lestari

2 years ago

#28 : Tentang Menjadi Teman Baik

Naya adalah orang yang hobinya berbuat baik sama orang lain. Celetukan banyol yang sebenarnya serius selalu aku lontarkan ketika ketemu Naya adalah perkara “aing ngiri siah sama mane, mane temennya banyak”. Meskipun aku ga pernah benar-benar mengukur secara kuantitas. Tapi sebagaimana Naya dikenal oleh banyak orang, dia memang hobi ngumpulin temen. Tiap tikungan, tongkrongan, ada temennya Naya. Becanda, tapi emang ini berlebihan.

#28 : Tentang Menjadi Teman Baik
#28 : Tentang Menjadi Teman Baik

Naya temen aku yang hobinya makan

Selama kurang lebih 16 tahun kami berteman, naik turun kehidupan kami masing-masing udah khatam satu sama lain. Salah satu yang aku syukuri adalah, dalam pertemanan kami, kami ga pernah marahan, ngambekan, bertengkar, itu ga pernah ada di kamus kami. Mungkin kami berdua sudah sepakat tanpa hitam di atas putih, bahwa senyelekit apapun kritik, bisa dilontarkan masing-masing kami. Misalnya, ketika aku sungguh sangat bodoh dalam hal mengingat sesuatu, melakukan hal-hal simpel, Naya bisa dengan enteng bilang bahwa aku goblok. Tentu saja ga ada persaan marah. Karena emang iya hahahaha

Sebelum aku bisa bawa kendaraan sendiri, Naya adalah supir pribadiku. Di Bandung, Di Jakarta. Tentu saja tidak cuma-cuma, karena aku udah pasti jadi sugar mommy nya Naya. Ada satu waktu kerjaanku hanya bayarin bill nya si Naya, tapi ada satu waktu Naya sugih banget dan jadi sugar mommy nya Wina. Begitulah kami, temenan sejak dari urusan finansial hahahaha bengek.

Naya, segimanapun mulutnya perlu sekolah lagi, sekolah tata krama versi norma sosial, versiku tentu saja ga perlu. Aku bisa bersaksi, bahwa jauh di dalam sana, dia punya hati yang sangat hangat. Sangat hangat. Dia peduli banget sama orang lain. Dia bisa punya begitu banyak teman dengan kualitas pertemanan yang terjaga. Aku gatau kenapa bisa? Coba tanya Naya soal tips and tricks #menjaditemansemuaorang

Pernah pada suatu periode, aku mengalami kemunduran yang sangat dalam hidup. Aku sakit secara fisik dan mental. Aku kehilangan 7 kilo berat badan dalam satu waktu. Banyak, banyak teman-teman di sekelilingku turut membantu pemulihanku. Naya salah satunya yang berjasa besar membantuku pulih dari kondisi yang berat saat itu. Aku mengisolasi diri. Iya gengs, aku yang cerah ceria penuh energi ini pernah menghadapi fase seterpuruk itu. Depresi. Naya, dengan kehangatan hatinya, nyamperin aku ke Pamulang. Lebih dari seminggu nemenin di Pamulang, padahal dia tinggal dan bekerja di Bandung. Rela nemenin aku di sini. Dengerin aku yang tiap sebelum tidur isinya cuman nangis dan sambat. Sampe dia berhasil bawa aku keluar dari kosan, ngajak makan, jajan, dan akhirnya aku pulih. Naya, nuhun banget soal ini, urang mungkin ga pernah bilang, tapi kalo ga ada maneh saat itu, Wina hari ini teuing apa bentukannya. Remeh rangginang cigana. Karena Allah, kirim Naya untuk aku pulih, aku sangat sangat bersyukur untuk itu.

#28 : Tentang Menjadi Teman Baik
#28 : Tentang Menjadi Teman Baik

Cape banget, mirror neuron tiap kali pake baju, tydac perlu janjian niscaya HAH HOH HAH HOH NAHA BAJU KOK SAMA

Nay, aku tau apa yang jadi kekhawatiran kamu hari ini. Aku sangat mengerti. Tapi ini bukan ajakan untuk melupakan kekhawatiran itu. Aku juga ga akan bilang kalo ini mudah, atau ini bukan sesuatu yang harus dipikirin, atau bilang jangan lebay. Engga. Aku ga akan bilang hal-hal semacam itu. Karena aku tau, perasaan-perasaan, rasa takut, kekhawatiran yang tengah kamu hadapi adalah valid. Kamu sangat berhak merasakan kesedihan itu. Gapapa, sedih aja sebanyak yang maneh mau. Marah aja semau yang maneh bisa. Aku seperti biasa ada di sekitar, yang bisa kapan aja bilang “hayuk” tanpa mikir dua kali.

#28 : Tentang Menjadi Teman Baik
#28 : Tentang Menjadi Teman Baik

Semoga kita segera tobat dari FOMO terhadap kehidupan duniawi, dan selalu berusaha untuk urusaan ukhrowi ~~~

Selamat ulang tahun Naya, setiap harinya kita ga akan pernah menjadi orang yang sama. Kita berdua akan selalu berubah, dengan peran baru, dengan tugas dan tujuan baru. Tapi kita berdua sadar itu, bahwa teman kita akan selalu bertumbuh, diri kita juga akan selalu bertumbuh. Yang perlu selalu kita ingat, dan ini aku dapatkan selama aku temenan sama kamu adalah: selalu jadi orang baik, selalu jadi teman baik.

#28 : Tentang Menjadi Teman Baik

Kita hadapi sama-sama periode akhir 20an ini yak Nay, tabungan kita masih banyak nih buat dipake makan enak dan tidur nyenyak. Doa buat Naya akan aku panjatkan dalam privat. Makasih Naya udah mau (terus) jadi temen baikku. Makasih Naya udah ngajarin salah satu value hidup yang akan aku pake terus dalam hidup, dalam berbagai peran yang aku punya; jadi baik.

Pamulang, 27 Juni 2023

Aku sertakan, Hindia, untuk Naya


Tags
3 years ago

Wina yang lagi ulang tahun ke 23, punya temen yang sama di umur 27, yang selalu jadi pendukung bahkan ketika aku melontarkan banyak pernyataan aneh seperti "Cun, abis ini urang mau ambil S3 di Jepang", atau "Cun, urang mau menghilang aja dari dunia" dan pernyataan random lainnya. Ratu tetap jadi orang yang sama, seperti 14 tahun lalu aku kenalan di mushola Darul Arqam. Makasih Cun!

To My Dear Friend, Windut.

To my dear friend, Windut.

i wrote this amidts the hectic rodi works of cooking the dishes for tomorrow’s Eid, but today is your birhtday, there must always be some spare time to celebrate it. HAPPY BIRTHDAY is a globally mainstream words to say, therefore i will not say it. instead, here is some things i wanted to confess to you..

i apologize, for not being ‘the friend’ that is always be there when you need one. i guess i am just not the type to be one. i know you are having a rough time adjusting to the life after college, having to go to work and going to shcool at the same time, must be hard indeed, but never did i cheer you on when you really need it. i am nowhere to be found. sometimes, i do regret the time that passed by without us checking on one another, in regard to this, i’ll do better.

you know, as the time passes, i am less likely to write encouraging stuff like i always did back then. remember the one i wrote about the love, the dreams, and every life stories we share? i no longer do that. as we grow older, writing stuff doesnt seem to be necessary anymore, we remember things by heart, let each and every moment that passes become only a visual memory, which later, those memories started to be erased from time to time. life is becoming more realictic than we thought back then.

i am not the type of friend who will sending you messages, asking about how are you doing and how’s life. sometimes, i even forget birthdays and another important event that need to be cherised. therefore i apologize once again, i feel bad for not knowing about how you overcome hardships, how is work, and how you deal living far away from home. the thing i regret the most is that we’re currently living in the same city roof, yet i never made the time for a visit. it’s a shame. i am sorry.

honestly, there are endless things i want to share with you, like we always did back then, but i never make enough effort to do that. sometimes, i am just too absorbed in a busy life, and use that as an excuse.

we’ve been friend for longer than 10 years, and you always participated in a big part of my journey. i hope i do too in yours. we may not seeing each other often, not even texting in once a week just to check on how our day went, but i believe the friendship we have has never and will never change.tell me if you have a hard time, i am always here. i may never be able to help, or give out any solutions, but i am ready to listen, in case two ears are not enough, i have the whole heart to listen to your stories.

i am happy that we met, i am grateful to the fate, i am glad to have you as a friend.

from the bottom of my heart, i always pray for your well-being. being successful is not always the matter in a prayer, it is being healthy and wholeheartedly happy is what matter the most. i wish you are given just enough strenght to overcome things in life, always wake up in the morning with a warm heart, and end the day without any regret. eat a lot, laugh a lot, and have enough sleep.

one last thing, i wish you find the love of your life very soon! it’s just about time, isn’t it? hehe, anyhow, i’ll be happily cheering, and wishing for the best :)

i love you!

Rancaekek, June 24th 2017, 16.05 WIB. Ratu.

2 years ago

Refleksi IWD 2023: Untuk diriku

Selamat Hari Perempuan Internasional! Biasanya aku merayakan #IWD tiap tahunnya dengan menuliskan refleksi singkat tentang pengalaman, harapan atau kegundahan yang tengah aku rasakan saat itu. Tapi kali ini aku menyempatkan diri untuk duduk diantara Bab-Bab tesisku yang tak kunjung usai dengan menuliskan refleksi IWD tahun ini. Tulisan ini ditujukan untuk diriku. Ada beberapa hal yang ingin aku ingatkan pada Wina di dalam sana.

Merasa Nyaman dengan Diri, Tubuh serta Tektekbengeknya: Sudah sejak kecil aku mendengar standar kecantikan dan tubuh seorang perempuan diperbincangkan. Sejak SD, aku familiar dengan lagu Panon Hideung. Betapa gambaran tentang perempuan cantik yang membuat laki-laki snewen adalah mereka yang berhidung mancung. Lantas hidung pesek ini bagaimana? Tentu saja saat itu aku merasa tercoret dari katagori cantik untuk ukuran perempuan. Namun, seiring berjalannya waktu, aku bertemu dengan banyak sekali perempuan di luar sana. Hingga akhirnya aku menemukan bahwa kecantikan itu universal. Standar kecantikan yang ada berujung pada objektifikasi perempuan. Standar kecantikan hanya buah dari konstruksi yang dibangun media. Etc etc wasweswos. Pikiran soal menjadi cantik di depan orang lain juga terkoreksi dengan sendirinya. Bahwa menjadi cantik adalah untuk diriku sendiri. Saat ini, aku bisa dengan bangga mengatakan di depan cermin bahwa aku sangat menyukai porsi tubuhku yang petite. Gadis semeter setengah yang juga menyukai bentuk hidungnya yang pesek. Menerima bekas luka di pipi kanan yang sulit ditutupi bedak. Menerima secara terbuka luka batin yang sempat perih dan terus tinggal di dalam sana. Menyukai bagaimana aku berpakaian. Mencintai bagaimana aku berbicara dan berpendapat. Aku nyaman dengan tubuh, diri dan segala tektekbengek yang mengikutinya. Seperti sakit pinggang di hari pertama menjelang menstruasi yang nyerinya minta ampun. Aku pun memeluk itu sebagai bagian dari diriku hari ini.

Menerima Bahwa Tidak Semua Perempuan Memiliki Pilihan: Sungguh kenyataan ini sangat menyakitkan. Aku adalah seseorang dengan privilege tumbuh dari keluarga dengan ekonomi menengah ke atas. Bisa mengakses pendidikan dan kesehatan dengan memadai. Hidup nyaman tanpa harus berpikir kebingungan besok makan apa. Bahkan masih bisa bermimpi tentang masa depan. Aku sampai pada kesadaran bahwa dunia tidak berputar hanya di sekelilingku. Ada yang lebih besar dariku. Ada banyak perempuan lain yang justru hidup jauh lebih sulit dari kehidupan yang aku jalani. Kesulitan yang dialami bukan karena kebodohan, kemalasan, atau hal-hal lain. Banyak diantaranya karena permasalahan struktural dan sistemik yang bangsat. Menyakitkan memang melihat salah satu murid perempuanku di pelosok sana memilih untuk berhenti sekolah dan menikah di usia yang masih sangat belia. Mendengar seorang ibu yang rela menjadi korban KDRT demi mempertahankan keluarga dan anaknya. Seorang permepuan yang turut menjadi tulang punggung ekonomi keluarga hingga kehabisan waktu untuk diri sendiri. Serta banyak cerita lain yang sempat aku katakan salah dan tidak ideal dari kaca mata perempuan. Dari sini, jauh-jauhlah rasa angkuh dan sombong. Maka dengan menyadari dan menerima ini sebagai bagian dari kehidupan perempuan hari ini, semoga jadi bahan untuk aku selalu berbuat dan berempatik pada sekitar.

Bergerak Menuju Kehidupan yang Berdaya dan Inklusif: maka sudah seharusnya aku menuju kepada-menjadi manusia yang berdaya. Berdaya dalam berpikir dan bertindak, yang mengedepankan kemanusiaan. Manusiakan manusia!

3 years ago

Menunggu dengan Sadar adalah Seni

Hidup berkesadaran adalah ketika kita melakukan sesuatu karena ada alasannya. Lalu, jika kita ingin melakukan sesuatu tanpa alasan apakah bisa dikatakan tidak berkesadaran? 

Monggo mau pake kiblat mana atau teori siapa soal kesadaran.  Sejumlah teori dari berbagai bidang berusaha menjelaskan hakekat kesadaran, misalnya filsafat, psikologi, neurosains, fisika kuantum, matematika, mistik, dan pendekatan integral. Kalau pakai definisi dan sudut pandang kesadaran dari banyak teori diatas rumit dan butuh waktu lama, coba kita lihat cara Natsoulas (1978, 1999) yang lebih menyukai pendekatan akal sehat atau bagaimana orang awam menggunakan kata kesadaran sebagaimana tercantum dalam Oxford English Dictionary, setidaknya ada enam arti kesadaran menurut kamus ini; (1) pengetahuan bersama (2) pengetahuan atau keyakinan internal (3) keadaan mental yang sedang menyadari sesuatu (awareness), (4) mengenali tindakan atau perasaan sendiri (direct awareness), (5) kesatuan pribadi yaitu totalitas impresi, pikiran, perasaan yang membentuk perasaan sadar dan (6) keadaan bangun/terjaga secara normal. 

Aku sedang mencoba dan berusaha untuk berkesadaran dalam menunggu. Kalian boleh mempersepsikan menunggu untuk apapun. Aku tidak harus menjelaskan. Hidupku, dengan banyak sekali dot-dot di dalamnya, adalah seni menunggu, dan berkesenian dalam menunggu. Menunggu waktu menyambungkan setiap dots yang ada. Connecting the dots. Titik-titik dalam hidup yang berserakan, tidak otomatis saling terhubung, terkadang perlu dihubungkan, ditemukan, disatukan. Menunggu dengan sadar, berkesadaran dalam menunggu adalah seni. 

Beberapa tahun silam seorang teman mengenalkanku pada penyanyi asal Malaysia ini, Zee Avi. Ia memintaku untuk mendengarkan beberapa lagu dari hits-nya di tahun 2009, siapa sangka aku suka semua lagunya! Bahkan lagu Just You and Me menjadi salah satu alasanku membaca buku  Kierkegaard dan meyakinkan diri akan menjadi pasangan yang membebaskan partnernya untuk hidup sesuai keinginan. Asal aku ikut di dalamnya. Hahaha Aku rasa Good Things ini cukup mewakili soal hidup berkesadaran yang aku rasakan. Dengan segala tantangan yang sedang kita hadapi masing-masing, Mbak Zee Avi berpesan “Lets all do the right thing as citizens, humans, friends, family, and stay home, for the love of yourself, your family and all your loved ones. Til then, just a gentle reminder to all that, 'Good Things Come To Those Who Wait”

3 years ago

Terima kasih kepada Mbak Nisa yang bikin river of life nya diwakili oleh lagu-lagu, kayanya sistem yang sama akan aku adposi terus. Karena musik adalah bagian dari perjalanan personalku.

2 years ago

“Kok Makan Sendirian Mbak?”

Aku adalah manusia yang ga punya masalah ketika harus makan sendirian. Engga inget pasti sejak kapan prinsip ini aku pegang. Bagiku, makan ya makan. Proses mengunyah dan menelan makanan, sampai akhirnya kenyang dan ga lagi lapar. Perkara ada temennya atau engga, bagiku itu di luar proses makan. Bukan berarti aku tidak menyukai untuk makan bersama orang lain. Tentu saja senang bisa berbagi ruang saat makan. Tapi makan sendirian pun tidak mengurangi perasaan senangku ketika ketemu makanan. 

Singkatnya, hari ini aku memutuskan makan siang di salah satu rumah makan padang yang sudah sering direkomendasikan teman-temanku di Pamulang. Kebetulan letaknya berdekatan dengan salah satu cafe yang akan aku kunjungi sore ini. Perut kecil yang kayanya ususnya panjang ini kurang kenyang jika hanya makan berat di cafe hehe. Makanya mampir dulu ke nasi padang. Seperti biasa aku hanya kaosan dan gendong ransel. Setelan pindah nugas dari kosan ke cafe, tapi males dandan. Seperti biasa aku pesan makan.

image

Setelah aku nemu meja kosong di pojokan, aku memutuskan menunggu pesanan sambil nonton Laal Singh Chaddha di Netflix, dengan pemeran utama Aamir Khan (favoritku! hampir semua filmnya aku tonton) dan Kareena Kapoor, aktris yang sudah muncul di tv sejak aku kecil. 

Anw, pelayannya dateng bawa piring isi ayam bakar. Aslinya lebih banyak dibanding di foto, karena nasinya numpuk dan mleber. Tapi apa yang pelayan itu katakan sesampainya dia di mejaku? 

“Kok makan sendirian Mbak?”

Aku balas hanya dengan tersenyum. Tak lama dia segera kembali bekerja dan meninggalkan mejaku. Lantas aku hanya bisa tersenyum. Jika aku hitung dengan teliti, berapa puluh kali aku dapat pertanyaan bernada sama. Mungkin bisa aku hitung sejak 2013, ketika pindah untuk berkuliah di Depok. Aku sudah memulai praktik makan sendirian. Hasilnya pasti banyak. Mereka yang bertanya demikian engga kenal tempat. Di warung padang, pecel lele, tempat ngopi mainstream, tempat ngopi indie, bahkan warung bakso favoritku di Garut, bertanya sampai dua kali untuk memastikan apakah aku makan sendiri dan apakah ga ada temen yang nyusul. Selama ini jawabanku beda-beda, kadang aku tanggapi serius, kadang aku becandain, kadang kaya hari ini cuman aku senyumin. Kenapa manusia begitu penasaran dengan perkara temen makan orang lain? Padahal yang kenyang perutku. Pertanyaan model begini ga akan bikin kenyang rasa penasaran atau basa basimu. Tentu saja jika di lain hari aku masih dapet pertanyaan begini, aku masih akan senyum-senyum sendiri :)

11 months ago

30 dengan Setengah Alis

Hari ini aku kembali pergi lebih awal untuk berangkat kerja. 05.55 udah rapi dan manasin motor karena seperti biasanya 06.00 aku harus berangkat dari rumah menuju stasiun KRL, supaya dapet kereta jadwal 6.22 arah Tanah Abang. Jam segitu keretanya udah penuh, tapi ga penuh-penuh banget. Kurang lebih setahun ini aku memilih naik KRL karena efektif secara waktu. Kalo bawa motor ngabisin sejam sendiri, belum lagi menghadapi macet disana sini. Naik mobil tentu lebih nyaman, tapi tetep ga menghilangkan macet dan musti bayar tol seuprit yang semahal itu. KRL tentu jauh lebih murah dan cepat, tapi ga nyaman. Selain itu, aku lebih suka ketika punya waktu sejam sebelum pegang klien. Bisa ngaso di office sambil sarapan, nonton, baca artikel, scroll sosmed, atau ya gini, nulis.

Biasanya aku berangkat kerja bareng suami, kantor dia lebih deket dari rumah, yang mana bisa masuk kerja agak siang. Tapi dia lebih sering bertoleransi dengan ikut istrinya berangkat pagi. Sesekali dia nganterin penuh sampe kantor, padahal itungannya bulak balik jauh sekali. Untuk itu aku sering diam-diam bersyukur pas dibonceng dibelakang atau duduk disamping dia yang nyetir sambil nyanyiin playlist Scott Bradlee's Postmodern Jukebox; makasih loh Ya Allah.

Tahun ini, kami sama-sama masuk usia 30 tahun. Anjay 30 bro. Kepala tiga ini sungguh tidak terasa. Pagi itu aku bagun seperti biasanya, agak tickled pink mengingat hari itu aku jadi teteh-teteh umur 30. Lama aku memandangi laki-laki disampingku yang masih merem tapi udah goyang-goyang kaki, tanda dia udah bangun juga. Aku kasih pelukan dan kecupan pertamaku yang juga penuh syukur, makasih ya Allah ternyata aku akan menghabiskan seluruh umurku dengan orang ini.

Aku bangkit dari kasur menuju ke rutinitas pertama, minum air putih dan nimbang berat badan di timbangan digital. Aku bukan tipikal orang yang diet ketat, tapi cukup aware dengan kondisi tubuh. Ketika angka-angka menyembul dari balik layar timbangan, aku juga berterimakasih pada tubuh ini; yang berat badannya gampang turun dan susah naik, masa tulangnya selalu rendah dan lemak di subkutan yang selalu tinggi, juga indeks lain yang hampir selalu ideal. Makasih yang badan, kamu kuat sekali. Tentu saja aku akan bertanggung jawab menjaga kamu untuk jadi lebih sehat dan bugar tiap harinya.

Lalu, saat suamiku yang hilang dari kasur dan terdengar menyalakan kompor di dapur, kupikir dia mulai menyiapkan bekal, ternyata dia kembali naik ke kamar dengan cake di tangan. Skip banget ini orang naro cakenya kapan dan dimana. Meski sepertinya aku meniup lilin dan berdoa, dengan sebelah alis yang belum selesai diukir, aku mensyukuri momen kecil kami ini. Selamat Ulang Tahun Wina.

Loading...
End of content
No more pages to load

43 posts

Explore Tumblr Blog
Search Through Tumblr Tags